MOTIVASI QUR'ANI
Fadhlullah Muh. Said
A. Pendahuluan
Berinteraksi dengan al-Quran adalah fardhu 'ain bagi setiap individu
muslim. Konon, ketika Kyai Ahmad Dahlan mulai melakukan cita-cita reformasi
Islam di Indonesia, beliau memperkenalkan sebuah surat pendek al-Quran dari juz
‘Amma yaitu surat al-Maun [107]. Surat itu merupakan hafalan wajib bagi setiap
santrinya dan termasuk yang sering dibaca dalam salat dan khususnya para imam
salat. Pengulang-ulangan itu dilakukan supaya kaum muslimin Indonesia tersentuh
oleh makna dan semangat ayat itu agar surat pendek itu menjadi inspirasi
gerakan kemanusiaan yang mendalam dan dahsyat dalam kepekaan atau amal-amal
sosialnya.
Sangat menakjubkan bahwa al-Quran dipelajari,
dikaji bahkan dihafal oleh ribuan bahkan jutaan orang muslim mampu menghafalnya
sejak kecil sampai dewasa. Berbeda dengan kitab-kitab sebelumnya, dari kitab
suci apapun atau yang tidak suci tidak ada yang biasa dihafal secara sempurna
seperti al-Quran. Keajaiban al-Quran banyak dihafal oleh orang bukan Arab
tetapi luar Arab seperti India, Turki, Asia dan Afrika meskipun umumnya mereka
tidak paham bahsa Arab. Tidak sedikit ditemukan anak kecil yang berusia 5-10
tahun memiliki kemampuan bukan hanya menghafal al-Quran dengan sempurna sejak
kecilnya tetapi sekaligus mampu menerjemahkannya dengan bahas ibunya sendiri dan menjadikan Al-Quran sebagai cermin kehidupannya
1. Menghafal dan
menerjemahkan al-Quran dengan bahasa ibu
2. Menerangkan topik
ayat al-Quran
3. Menafsirkan al-Quran
dengan al-Quran
4. Bercakap-cakap dengan
bahasa al-Quran
5. Menerangkan makna
al-Quran dengan metode isyarat tangan
B. Mengapa Al-Quran Penting Dibaca dan
dipelajari ?
Seorang filosof Islam yang bernama Iqbal berkata; Bacalah Al-Quran
seakan-akan ia diturunkan kepadamu. Al-Quran adalah jamuan Tuhan, rugilah orang
yang tidak menghadiri jamuan- Nya. Akan lebih rugi lagi orang yang hadir tapi
tidak menyantapnya. Di antara persoalan agama yang akan ditanyakan di alam
barzakh oleh malaikat Munkar dan Nakir adalah mâ imâmuka / Apa Imammu?.
Al-Quran adalah Imamku.
Al-Quran surat al-Qashas [28] : 85;
إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْءَانَ لَرَادُّكَ
إِلَى مَعَادٍ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ مَنْ جَاءَ بِالْهُدَى وَمَنْ هُوَ فِي
ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Sesungguhnya Allah yang telah memfardukan Al Qurân itu. pasti
mengembalikan kamu ke kota Mekah. Katakanlah Tuhanku lebih mengetahui siapa
yang datang membawa pedoman hidup dan siapa yang datang membawa kesesatan yang
nyata ”
Berdasarkan ayat
ini setiap muslim fardu ‘ain mempelajari al-Qurân
Kewajiban Seorang
Muslim terhadap al-Quran adalah 7 T yaitu:
1. Tahsin,
2. Tahfidz,
3. Takhthith,
4. Tarjamah,
5. Tafsir,
6. Tathbiq,
7. Tabligh
C. Pengaruh al-Quran Terhadap Jiwa Manusia
Sungguh tidak sedikit yang tersentak kesadaran spiritualnya karena getaran
ayat-ayat suci al-Quran yang didengar, dibaca, dan dikajinya. Dikisahkan dalam riwayat, bahwa Umar bin
Khattab meninggalkan rumahnya dalam keadaan emosi, bermaksud membunuh Nabi
Muhammad saw. Yang dinilainya memecah-belah masyarakat Arab dan merendahkan
Tuhan sesembahan leluhurnya. Dalam perjalanannya mencari Nabi saw, dia bertemu
dengan seorang sambil menanyakan tujuannya. Kemudian orang berkata, ”Tidak usah
Muhammad yang kamu bunuh, adikmu saja telah mengikuti dakwahnya (masuk Islam)
yang lebih baik kamu urus. Akhirnya Umar kembali dan menuju rumah adiknya. Adik
bersama dengan suaminya sedang membaca lembaran ayat-ayat suci al-Quran. Umar
menyaksikan adiknya membaca al-Quran langsung ia tampar hingga bercucuran darah
dari wajahnya dan meminta lembaran itu namun ia tidak memberikannya kecuali
Umar dalam kondisi suci. Lembaran itu dibacanya yaitu potongan surat Thaha
[20]:1-6.
Tampak gemetar umar membaca ayat-ayat itu.
Kemudian begegas menemui Nabi saw. Tetapi kini bukan bermaksud membunuhnya.
Ketika berhadapan dengan Nabi, Nabi saw. menarik keras ikat pinggang Umar
sambil bersabda: Apa maksud kedatanganmu wahai putra al-Khaththab ? Saya kira
kamu tidak akan berhenti sampai Allah menurunkan siksa-Nya padamu”. Umar
menjawab, ”Wahai Rasulullah, aku datang untuk percaya kepada Allah dan Rasul-Nya
serta apa yang disampaikannya dari Allah swt.
Sulit untuk menyangkal bahwa secara psikologis
al-Quran dapat mempengaruhi hati orang beriman, seperti surat al-Anfal [8]:2
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ
وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا
وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang
beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya
bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal,
Ayat lain lebih tegas lagi yaitu surat
al-Zumar [39]:23.
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا
مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ
تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ
يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ (23)
Allah telah
menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur'an yang serupa (mutu
ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang,
gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian
menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk
Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang
siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk
baginya.
Beriku ini beberapa Ayat-ayat dan Hadis motivasi untuk
mempelajari al-Quran, di antaranya :
Surat Muhammad
[47]: 24
"
Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur'an ataukah hati mereka
terkunci."
Hadis-hadis Nabi saw.
Riwayat Thabrani
dan Baihaqi dari Ibnu Abbas ra., Nabi saw. bersabda: "Umatku yang paling mulia adalah ahli
Al-Qur'an dan ahli Qiyamul lail (Tahajud)."
Riwayat Hakim
dari Abu Hurairah ra., Nabi saw. bersabda: "Siapa yang setiap malam
membaca seratus ayat tidak termasuk golongan orang-orang yang lalai."
Nabi saw
bersabda:" Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman, siapa yang
menyibukkan dirinya dengan Al-Qur'an dan mengingat-Ku daripada meminta
kepada-Ku, Aku akan berikan kepadanya yang lebih utama daripada pemberian-Ku
kepada orang-orang yang meminta kepada-Ku, dan keutamaan Kalamullah dari
seluruh kalam seperti keutamaan Allah atas makhluk-Nya." (H.R. Turmudzi
dari Said r.a.)
Riwayat Bukhari,
Muslim, Abu Daud, Turmudzi, al-Nisai, dan Ibnu Majah dari Usman bin Affan ra.,
Nabi saw bersabda:
عن عُثْمَانَ بن
عَفَّانَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله
عليه وسلم قال خَيْرُكُمْ من تَعَلَّمَ
الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ قال أبو عِيسَى هذا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
"Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur'an
dan mengajarkannya."
أَنَّ نَافِعَ بن
عبد الْحَارِثِ لَقِيَ عُمَرَ بِعُسْفَانَ وكان عُمَرُ يَسْتَعْمِلُهُ على مَكَّةَ
فقال من اسْتَعْمَلْتَ على أَهْلِ الْوَادِي فقال بن أبزي قال وَمَنْ بن أبزي قال
مَوْلًى من مَوَالِينَا قال فَاسْتَخْلَفْتَ عليهم مَوْلًى قال إنه قَارِئٌ
لِكِتَابِ اللَّهِ عز وجل وَإِنَّهُ عَالِمٌ بِالْفَرَائِضِ قال عُمَرُ أَمَا
إِنَّ نَبِيَّكُمْ صلى الله عليه
وسلم قد قال إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ
بهذا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ
"Sesungguhnya Allah mengangkat derjat seseorang dan
merendahkan sebagian yang lainnya dengan al-Quran
عن عبد اللَّهِ بن
عَمْرٍو عن النبي صلى الله عليه وسلم قال يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ
وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كما كُنْتَ تُرَتِّلُ في الدُّنْيَا فإن مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ
آخِرِ آيَةٍ تَقْرَأُ بها قال أبو عِيسَى هذا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
"Dikatakan kepada sahabat al-Quran, baca dan naiklah
sebagaimana engakau biasa membacanya di dunia. Sesungguhnya tempatmupada akhir
ayat yang kamu baca"
عن أبي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم قال لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ
مَقَابِرَ وَإِنَّ الْبَيْتَ الذي تُقْرَأُ فيه الْبَقَرَةُ لَا يَدْخُلُهُ
الشَّيْطَانُ قال أبو عِيسَى هذا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
"Jangan
menjadikan rumahmu seperti kuburan. Sesungguhnya rumah yang dibacakan surat
al-Baqarah di dalamnya niscaya setan tidak akan masuk di dalam rumah"
قَال سمعت عَبْدَ
اللَّهِ بن مَسْعُودٍ يقول قال رسول اللَّهِ
صلى الله عليه وسلم من قَرَأَ
حَرْفًا من كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ
أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ ألم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ
وَمِيمٌ حَرْفٌ وَيُرْوَى هذا الْحَدِيثُ من غَيْرِ هذا الْوَجْهِ عن بن مَسْعُودٍ
وَرَوَاهُ أبو الْأَحْوَصِ عن بن مَسْعُودٍ رَفَعَهُ بَعْضُهُمْ وَوَقَفَهُ
بَعْضُهُمْ عن بن مَسْعُودٍ قال أبو عِيسَى هذا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ
عن أبي هُرَيْرَةَ
قال قال رسول اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم من نَفَّسَ عن مُؤْمِنٍ كُرْبَةً من
كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ الله عنه كُرْبَةً من كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
وَمَنْ يَسَّرَ على مُعْسِرٍ يَسَّرَ الله عليه في الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ
سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ الله في الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ في عَوْنِ
الْعَبْدِ ما كان الْعَبْدُ في عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ
فيه عِلْمًا سَهَّلَ الله له بِهِ طَرِيقًا إلى الْجَنَّةِ وما اجْتَمَعَ قَوْمٌ
في بَيْتٍ من بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ
بَيْنَهُمْ إلا نَزَلَتْ عليهم السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ
وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ الله فِيمَنْ عِنْدَهُ
عن عَلِيِّ بن أبي
طَالِبٍ قال قال رسول اللَّهِ صلى الله
عليه وسلم من قَرَأَ الْقُرْآنَ وَاسْتَظْهَرَهُ
فَأَحَلَّ حَلَالَهُ وَحَرَّمَ حَرَامَهُ أَدْخَلَهُ الله بِهِ الْجَنَّةَ
وَشَفَّعَهُ في عَشْرَةٍ من أَهْلِ بَيْتِهِ كلهم وَجَبَتْ له النَّارُ قال أبو
عِيسَى هذا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إلا من هذا الْوَجْهِ وَلَيْسَ
إِسْنَادُهُ بِصَحِيحٍ وَحَفْصُ بن سُلَيْمَانَ يُضَعَّفُ في الحديث
TAHSIN, TILAWAH & TAFSIR
AL-QURAN
Surat al-Muzammil [73]: 20
"Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan
perlahan-lahan."
"Bacalah al-Quran dengan dialek dan intonasi
orang Arab yang fasih"
A.
Tahsin
Tahsin
sebagai ilmu dasar membaca Al-Quran yang meliputi: makharijul huruf, sifatul
huruf, dan ahkamul tajwid, al-waqfi wal ibtida’i.
1.
Apa itu Tahsin ?
Tahsin berasal dari kata hasana yuhsinu
tahsînan yang berarti membaguskan atau memperbaiki. Hukum mempelajari tahsin
untuk membaca al-Quran adalah fardu ain
2. Mengapa Tahsin Penting ?
Tahsin itu penting karena ilmu ini
bertujuan Menjaga lidah dari kesalahan pada saat membaca dan menyebut
huruf-huruf al-Quran baik al-Lahnu al-Jalî yaitu kesalahan berat atau al-Lahnu
al-Khafî yaitu kesalahan ringan
Kesalahan-Kesalahan
dalam Tilawah di antaranya:
1. Tidak Konsisten
dalam membaca tanda-tanda panjang dan pendek
2. Tidak Konsisten
atau seimbang dalam membaca gunnah
3. Pengucapan
vokal yang tidak sempurna/huruf banyak ditelan
4. Huruf sukun
yang sering dipantulkan
B.
Pembacaan al-Quran dilihat dari tingkatan kecepatan terbagi empat macam bacaan
yaitu:
1.
al-Tahqîq yaitu bacaan dengan irama yang sangat lambat
2.
al-Tartîl yaitu bacaan dengan irama lambat
3.
al-Hadr yaitu bacaan dengan irama cepat
4.
al-Tadwîr yaitu bacaan dengan irama sedang
C. Tafsir dan Ilmu Tafsir
Secara
harfiah tafsir berarti al-idhâh (mejelaskan), al-Tibyân
(menerangkan), al-Izhar (menampakkan), al-Kasyf (menyibak), al-Tafshîl
(merinci). Kata Tafsir terambil dari kata al-fasr yang berarti al-ibânah
dan al-kasyf yang keduanya bearti membuka sesuatu yang tertutup.
Banyak
ulama Tafsir telah mendefinisikan Ilmu tafsir. Menurut al-Zarqani,
Ilmu yang membahas tentang al-Quran
dari segi dilalahnya sesuai yang dikehendaki Allah swt. Menurut kemampuan
manusia.
Menurut
Al-Zarkasyi (745-794/1344-1391),
Ilmu
untuk memahami kitab Allah (al-Quran) yang diturunkan kepada nabi-Nya Muhammad
saw. Serta menerangkan makna, hukum, dan hikmah (yang terkandung di dalamnya).
Dari
pengertian tafsir dan ilmu tafsir tersebut, keduanya dapat dibedakan. Tafsir
adalah penjelasan atau keterangan tentang al-Quran sementara ilmu tafsir adalah
ilmu yang membahas tentang bagaimana cara menerangkan atau menafsirkan
al-Quran. Atau ilmu Tafsir adalah sarana atau media sementara tafsir adalah
produk yang dihasilkan oleh ilmu tafsir dan keduanya saling memiliki hubungan
yang sangat erat bahkan menyatu. Tafsir dan ilmu tafsir adalah bagian dari
ilmu-ilmu al-Quran atau ulûm al-Quran yang harus diketahi bagi yang
ingin memahami makna-makna al-Quran secara mendalam dan benar.
Berikut ayat-ayat yang dikembangkan oleh
Rumah Qurani dan Tafsir singkatnya:
Tahsin, Tilawah
& Tafsir Sederhana
Ayat-ayat Rumah
Qurani
Oleh : Fadhlullah Muh. Said
Tafsir
Singkat
|
Huruf yang harus
Diperhatikan
|
Lafaz Ayat
&Nama Surat
|
No
|
Pada
ayat ini Allah swt, memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. dan orang-orang
yang beriman agar mengucapkan "salam" kepada orang-orang beriman
yang mereka temui, atau bila berpisah antara satu dengan yang lain.
Ucapan salam itu bisa dengan
"salamun alaikum", bisa juga "Assalamu alaikum" atau yang
lengkap "Assalamu alaikum warahmatulloh wabarakatuh".
Perkataan "salam" berarti "selamat",
"sejahtera" atau "damai". "Assalam" ialah salah
satu dari nama-nama Allah, yang berarti bahwa Allah swt selamat dari
sifat-sifat yang tidak layak baginya, seperti sifat lemah, miskin, baharu,
mati dan sebagainya. Di Makkah, salah satu nama pintu masjid al-Haram adalah al-salâm
yang disunahkan dilewati bagi peziarah yang baru datang dan masuk masjid
Haram
Ucapan "Salam" yang diperintahkan Allah dalam ayat ini,
mengandung pengertian bahwa Allah menyatakan kepada orang-orang yang telah
masuk Islam, mereka telah selamat dan sejahtera dengan masuk Islam itu,
karena dosa-dosa mereka telah diampuni, jiwa dan darah mereka telah
dipelihara oleh kaum muslim dan mereka telah mengikuti petunjuk yang membawa
mereka kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
"salam" dalam ayat ini, ialah "salam" yang harus
diucapkan Rasulullah saw. kepada orang orang mukmin yang dianggap rendah dan
miskin oleh orang-orang Quraisy, yang datang kepada Rasulullah saw. di waktu
beliau sedang berbicara dengan pembesar-pembesar Quraisy. Janganlah mereka
diusir, sehingga menyakitkan hatinya. Sekalipun mereka miskin tetapi
kedudukan mereka lebih tinggi di sisi Allah, karena itu ucapkanlah kepada
mereka kata-kata yang baik atau suruhlah mereka menunggu sampai pembicaraan
dengan pembesar-pembesar Quraisy itu selesai, ini sesuai dengan sebab ayat
diturunkan.
Kepada orang-orang yang masuk Islam itu
Allah menjanjikan akan melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka, sebagai suatu
kemurahan dari-Nya, di antaranya;
1.
Tidak dihukumnya orang yang berbuat maksiat dengan tidak mengetahui bahwa
perbuatan itu adalah perbuatan maksiat.
2. Tidak dihukumnya bagi orang yang mengerjakan
larangan karena tidak sadar, lantaran sangat marah atau karena dorongan hawa
nafsu. Kemudian mereka bertobat dan menyesal atas perbuatan itu, mereka
berjanji tidak akan mengulangi lagi, serta mengadakan perbaikan dengan
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan baik dan mengikis habis pengaruh perkataan
buruk itu dalam hatinya, hingga jadilah hati dan jiwanya bersih dan dirinya
bertambah dekat kepada Allah.
Dari
ayat ini dapat diambil suatu dasar dalam menetapkan hukuman bahwa hal-hal
yang dapat menghapuskan, mengurangi atau meringankan hukuman bagi seorang
yang akan atau telah diputuskan hukumannya ialah:
1. Kesalahan yang diperbuatnya itu dilakukan
tanpa disadarinya, atau perbuatan itu dilakukan tanpa iradah (kemauan) dan
ikhtiarnya.
2. Tindak tanduk atau tingkah lakunya menunjukkan bahwa ia telah berjanji hatinya tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi, ia telah menyesal karena mengerjakan kejahatan tersebut, serta ia telah melakukan perbuatan perbuatan baik. |
فَ
قُ
سَ
عَ
ْكُ
|
Memberi Salam, Surat al-An'am [6]:54
وَإِذَا جَاءَكَ
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِنَا فَقُلْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ كَتَبَ
رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ أَنَّهُ مَنْ عَمِلَ مِنْكُمْ سُوءًا
بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَصْلَحَ فَأَنَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (54) )
(Apabila orang-orang yang
beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah) kepada
mereka ("Mudah-mudahan Allah melimpahkan kesejahteraan atas kamu telah
menetapkan) telah memastikan (Tuhanmu atas diri-Nya kasih sayang, Dalam suatu
qiraat dibaca dengan fathah yaitu annahu sebagai badal
atau kata ganti dari Lafal ar-rahmah (siapa yang berbuat kejahatan di
antara kamu lantaran kejahilan) terhadap perbuatan itu sewaktu ia
melakukannya (kemudian ia bertobat) kembali ke jalan yang benar (setelah itu)
setelah mengerjakannya (dan mengadakan perbaikan) terhadap amal perbuatannya
(maka sesungguhnya Ia) yakni Allah swt. (Maha Pengampun) kepadanya (lagi Maha
Penyayang.") kepada dirinya. Menurut qiraat lainnya dibaca dengan fatah;
artinya maka Dialah yang memberi ampunan dan kasih sayang.
|
|
Dalam ayat ini Allah swt. memerintahkan
supaya manusia memakai "zinah" (pakaian yang indah) dalam
mengerjakan ibadat, seperti salat, tawaf dan lain-lainnya.
Yang dimaksud dengan memakai "zinah" ialah memakai pakaian yang dapat menutupi auratnya. Lebih sopan lagi kalau pakaian itu selain bersih dan baik juga indah yang dapat menambah keindahan seseorang dalam beribadat menyembah Allah sebagaimana kebiasaan berdandan seseorang yang akan pergi ke tempat-tempat undangan dan lain-lain. Rasulullah saw. bersabda: إذا صلى أحدكم فليلبس ثوبيه فإن الله عزوجل أحق من تزين له فإن لم يكن له ثوبان فليتزر إذا صلى ولا يشتمل احدكم فى صلاته إشتمال اليهود Artinya: Apabila salah seorang di antaramu mengerjakan salat hendaklah memakai dua kain, karena untuk Allahlah yang lebih pantas seseorang berdandan. Jika tidak ada dua helai kain, maka cukuplah sehelai saja untuk dipakai salat. Janganlah berkemul dalam salat, seperti berkemulnya orang-orang Yahudi. (H.R At Tabrani dan Al Baihaqy dari Ibnu Umar) Diriwayatkan dari Hasan, cucu Rasulullah, bahwa dia apabila akan mendirikan salat memakai pakaian yang sebagus-bagusnya. Maka dia ditanya orang dalam hal itu. Dia menjawab: "Allah indah suka kepada keindahan, maka saya memakai pakaian yang bagus." Allah berfirman, surat al-A'raf: 31)
خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
Artinya:
Pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.
Dengan ayat ini, tampak bahwa agama
Islamlah yang menjadikan umat manusia di dunia ini beradab dan sampai kepada
kemajuan yang tinggi. Perintah memakai pakaian yang baik ini sebelum Islam
datang belum ada. Manusia masih banyak yang belum tahu pakaian, masih
bertelanjang, baik di dunia barat atau dunia timur. Setelah turun perintah berpakaian
dan cara berpakaian, maka berkembanglah pengetahuan dalam bidang pertanian,
menanam kapas dan lain-lainnya yang menjadi bahan baku buat pakaian manusia.
Kemudian
dalam ayat ini, Allah swt. mengatur adab-adab makan dan minum. Dengan
turunnya ayat ini, makanan dan minuman manusia itu harus disempurnakan dan
diatur untuk dapat hidup sehat dengan gaya sehat. Dengan begitu manusia lebih
kuat mengerjakan ibadat. Maka dalam ayat ini diterangkan Allah memakai
pakaian yang bagus dengan memakan makanan yang baik dan minum minuman yang
bermanfaat dalam rangka mengatur kesempurnaan dan kesehatan untuk dapat
beribadat kepada Allah dengan baik. Kesehatan badan banyak hubungannya dengan
makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang berlebih-lebihan membawa kepada
kerusakan kesehatan.
Karena
itu, Allah melarang berlebih-lebihan dalam makan dan minum.
Larangan berlebih-lebihan itu mengandung beberapa arti, di antaranya:
1. Jangan berlebih-lebihan dalam makan dan minum. Sebab makan dan minum
berlebih-lebihan dan melampaui batas akan mendatangkan berbagai penyakit.
Makanlah pada saat merasa lapar, dan berhentilah sebelum terlalu kenyang.
Begitu juga minumlah, kalau merasa haus dan bila rasa haus
hilang, berhentilah minum, walaupun nafsu makan atau minum masih ada.
Nabi berpesan : "Tidak ada wadah yang dipenuhkan manusia lebih buruk
dari perut...maka hendaklah 1/3 untuk makanan, 1/3 untuk minuman, dan 1/3
untuk nafas".
2. Jangan berlebih-lebihan dalam berbelanja untuk membeli makan atau minuman
karena akan mendatangkan kerugian baik karena pengeluaran lebih besar dari
pendapatan, akan menimbulkan utang yang banyak. Oleh sebab itu manusia harus
berusaha supaya jangan besar pasak dari tiang.
3. Termasuk berlebih-lebihan juga kalau sudah berani memakan dan meminum
yang diharamkan Allah. Dan memakan apa yang selera Anda tidak tertuju
dengannya. Rasulullah saw. bersabda:
كلوا واشربوا وتصدقوا والبسوا في غير مخيلة ولا سرف فإن الله
يحب أن يرى أثر نعمه على عبده
Artinya: Makanlah, minumlah, bersedekahlah dan berpakaianlah dengan cara yang tidak sombong dan tidak berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah suka melihat penggunaan nikmat-Nya pada hamba-Nya. (H.R Ahmad, Turmuzi dan Hakim dari Abi Hurairah)
Perbuatan berlebih-lebihan yang melampaui batas itu selain merusak dan
merugikan juga Allah tidak menyukainya. Setiap pekerjaan yang tidak disukai
Allah kalau dikerjakan juga tentu akan mendatangkan bahaya.
|
شْ
سْ
ر
فُ
|
Tidak Berlebih-lebihan, Surat al-Araf [7]:31
يَا بَنِي آدَمَ
خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا
تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (31)
Sebab ayat ini turun diterangkan
dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdun bin Hamid dari Said bin
Jubair, katanya bahwa orang-orang di zaman Jahiliah tawaf sekeliling Kakbah
dalam keadaan telanjang bulat. Mereka berkata: "Kami tidak akan tawaf
dengan memakai pakaian yang telah kami pakai untuk berbuat dosa." Lalu
datanglah seorang perempuan untuk mengerjakan tawaf dan pakaiannya
dilepaskannya sama sekali sedang ia dalam keadaan bertelanjang hanya
tangannya saja yang menutup kemaluannya. Karena itu turunlah ayat ini. Dan
diriwayatkan pula bahwa Bani Amir di musim haji tidak memakan daging dan
lemak, kecuali makanan biasa saja. Dengan demikian mereka memuliakan dan
menghormati haji, maka orang Islam berkata: "Kamilah yang lebih berhak
melaksanakan itu." Maka turunlah ayat ini.
Imam Muslim telah
meriwayatkan melalui Ibnu Abbas. Ibnu Abbas telah mengatakan bahwasanya pada
zaman jahiliah ada seorang wanita melakukan tawaf di Ka'bah, sedangkan ia
dalam keadaan telanjang bulat kecuali hanya pada bagian kemaluannya yang
ditutup secarik kain. Dan ia mengatakan, "Pada hari ini tampak sebagian
tubuh atau seluruhnya; anggota tubuh yang terlihat aku tidak
menghalalkannya." Kemudian turunlah firman Allah swt., "Pakailah
pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid......" (Q.S. Al-A`raaf
31) dan turun pula firman Allah swt., "Katakanlah, 'Siapakah yang
mengharamkan perhiasan dari Allah.'....."(Q.S. Al-A`raaf 32-33).
(Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang
indah) yaitu buat menutupi auratmu (di setiap memasuki mesjid) yaitu di kala
hendak melakukan salat dan tawaf (makan dan minumlah) sesukamu (dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan).
|
1
|
Pada ayat ini
Allah swt kembali mengingatkan hamba-Nya untuk senantiasa bersyukur atas
segala nikmat yang telah dilimpahkan-Nya. Ayat ini juga secara tegas
menyatakan jika bersyukur maka pasti nikmat Allah akan ditambah. Bagi yang
kufur nikmat, tidak ada penegasan bahwa pasti siksa-Nya akan jatuh, hanya
menegaskan siksa Allah pedih, hanya sekedar ancaman. Bahkan tidak tertutup
terhindar dari siksa di dunia dan boleh jadi nikmat ditambah-Nya dalam rangka
mengulur kedurhakaannya.
Mensyukuri rahmat Allah, pertama
ialah dengan ucapan yang setulus hati, kemudian diiringi pula dengan
perbuatan, yaitu menggunakan rahmat tersebut dengan cara dan untuk tujuan
yang diridai-Nya.
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat, bahwa orang-orang yang dermawan dan suka menginfakkan hartanya untuk kepentingan umum dan menolong orang-orang yang memerlukan pertolongan, pada umumnya tak pernah jatuh miskin atau pun sengsara, bahkan sebaliknya rezekinya senantiasa bertambah dan kekayaannya makin meningkat dan hidupnya bahagia, dicintai dan dihormati dalam pergaulan.
Sebaliknya orang-orang kaya yang kikir, atau
suka menggunakan kekayaannya untuk hal-hal yang tidak diridai Allah, seperti
judi atau memungut riba, maka kekayaannya tidak cepat bertambah bahkan lekas
menyusut. Bahkan ia senantiasa dibenci dan dikutuki orang banyak, sehingga
kehidupan akhiratnya jauh dari ketenangan dan kebahagiaan.
|
شَ
كَ
ر
َز
د
|
Bersyukur Pada Allah, Surat Ibrahim [14]:7
وَإِذْ
تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ
كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (7)
(Dan ingatlah pula ketika
mempermaklumkan) memberitahukan (Rabb kalian sesungguhnya jika kalian
bersyukur) akan nikmat-Ku dengan menjalankan ketauhidan dan ketaatan (pasti
Kami akan menambah nikmat kepada kalian dan jika kalian mengingkari
nikmat-Ku) apabila kalian ingkar terhadap nikmat-Ku itu dengan berlaku
kekafiran dan kedurhakaan niscaya Aku akan menurunkan azab kepada kalian.
Pengertian ini diungkapkan oleh firman selanjutnya: ("Sesungguhnya
azab-Ku sangat keras.")
|
2
|
Dalam ayat ini, Allah swt. Menegaskan bahwa
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan. Kata tabzîr/pemborosan
dalam arti pengeluaran yang bukan haq. Maksud pemboros-pemboros dalam ayat
ini ialah orang-orang yang menghambur-hamburkan harta bendanya dalam
perbuatan maksiat dan perbuatan itu tentunya di luar perintah Allah. Jadi
orang-orang yang memboroskan hartanya, berarti orang-orang yang mengikuti
langkah setan dan disebut ikhwân kawan-kawan setan. Setan dan pemboros
kedua-nya ama melakukan hal-hal yang batil. Kata kânû, isyarat kemantapan
persamaan dan persaudaraan itu dan telah terjadi sejak dahulu dan berlangsung
hingga kini, surat al- Zukhruf: 36
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ
لَهُ قَرِينٌ (36)
Artinya:
Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Alquran) Kami adakan baginya setan (yang menyesatkannya), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.
Dan firman Allah surat al- Saffat: 22
احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا
كَانُوا يَعْبُدُونَ
Artinya:
(Kepada malaikat diperintahkan): "Kumpulkanlah orang-orang yang lalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah."
Di akhir ayat Allah swt. menjelaskan
bahwa setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya, maksudnya sangat ingkar
kepada nikmat Allah yang diberikan kepadanya, dan tidak mau mensyukurinya,
bahkan setan itu membangkang tidak mau menaati perintah Allah, malah menggoda
manusia agar berbuat maksiat. Maka apabila setan itu dinyatakan kafir (sangat
ingkar), tentulah teman-temannya, yaitu orang-orang yang mengikuti ajakan
setan itu akan menjadi kayu bakar api neraka.
Al-Karkhi menjelaskan bahwa demikian pulalah keadaan orang yang diberi limpahan harta dan kemuliaan, kemudian apabila orang itu memanfaatkan harta dan kemuliaan itu di luar batas-batas yang diridai Allah, maka orang itu mengingkari nikmat Allah. Orang yang berbuat seperti itu, baik sifat ataupun perbuatannya, dapat disamakan dengan perbuatan setan. |
ذِّ
كَ
خْ
شَّ
طِ
|
Mubazir, Surat al-Isra' [17]:27
إِنَّ
الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27)
(Sesungguhnya orang-orang
pemboros itu adalah saudara-saudara setan) artinya berjalan pada jalan setan
(dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya) sangat ingkar kepada
nikmat-nikmat yang dilimpahkan oleh-Nya, maka demikian pula saudara setan
yaitu orang yang pemboros.
Ayat ini diturunkan Allah dalam
rangka menjelaskan perbuatan orang-orang Jahiliah. Telah jadi kebiasaan
orang-orang Arab menumpuk harta yang mereka peroleh dari harta rampasan
perang. Perampokan-perampokan dan penyamunan, kemudian harta itu mereka
pergunakan untuk foya-foya, untuk dapat kemasyhuran. Orang-orang musyrik
Quraisy pun menggunakan harta untuk menghalangi tersebarnya agama Islam,
melemahkan pemeluk-pemeluknya, dan membantu musuh-musuh Islam, maka turunlah
ayat itu untuk menyatakan betapa jeleknya usaha mereka.
|
3
|
Ayat ini menegaskan
maksud-maksud jahat kaum munafik yang mendirikan bangunan itu, maka Allah
swt. melarang Rasul-Nya selama-lamanya untuk salat di tempat itu karena
apabila Rasulullah salat di sana bersama orang-orang munafik itu maka hal
tersebut akan berarti beliau telah merestui usaha mereka dalam mendirikan
bangunan itu.
Selanjutnya Allah swt. menegaskan
kepada Rasul-Nya, bahwa mesjid yang dibangun sejak semula atas dasar
ketakwaan kepada Allah swt. adalah lebih baik untuk dijadikan tempat ibadat
bersama-sama serta mempersatukan kaum Muslimin semuanya dalam segala hal yang
diridai-Nya, yaitu saling mengenal dan bergotong-royong dalam berbuat
kebajikan dan ketakwaan. Yang dimaksud dengan mesjid yang didirikan atas
dasar ketakwaan sejak hari pertama yang disebutkan dalam ayat ini adalah
"mesjid Quba" atau "Mesjid Nabi" yang ada di kota
Madinah, sebab kedua mesjid itu adalah dibangun oleh Nabi dan kaum Muslimin
atas dasar ketakwaan sejak pertama ia didirikan.
Selanjutnya dalam ayat ini Allah
swt. menerangkan alasan mengapa mesjid tersebut lebih utama dari mesjid
lainnya yang sengaja didirikan bukan atas dasar ketakwaan ialah karena di
mesjid tersebut terdapat orang-orang yang suka membersihkan dirinya dari
segala dosa. Artinya mereka memakmurkan mesjid dengan mendirikan salat serta
berzikir dan bertasbih kepada Allah, dan dengan ibadah-ibadah tersebut mereka
ingin menyucikan diri dari segala dosa yang melekat pada diri mereka
sebagaimana orang-orang yang mangkir dari peperangan kemudian mereka
menginsafi kesalahan mereka, lalu berusaha menyucikan diri dari dosa tersebut
dengan cara bertobat, bersedekah dan memperbanyak amal saleh lainnya.
Melakukan ibadah salat berarti menyucikan diri lahir dan batin karena untuk
melakukan salat disyaratkan sucinya badan, pakaian dan tempat, ikut sertanya
hati dan pikiran yang dihadapkan kepada Allah semata-mata.
Pada akhir ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa Dia menyukai orang-orang yang sangat menjaga kebersihan jiwa dan jasmaninya, karena mereka menganggap bahwa kesempurnaan manusia terletak pada kesuciannya lahir batin. Sebaliknya mereka sangat membenci kotoran lahiriah, seperti kotoran pada badan, pakaian dan tempat, maupun kotoran batin yang timbul karena perbuatan maksiat terus-menerus, serta budi pekerti yang buruk, misalnya rasa riya dalam beramal, atau pun kekikiran dalam menyumbangkan harta benda untuk memperoleh keridaan Allah swt. Kecintaan Allah pada orang-orang yang suka menyucikan diri adalah salah satu dari sifat-sifat kesempurnaan-Nya, Dia suka kepada kebaikan, kesempurnaan, kesucian dan kebenaran. Sebaliknya, Dia benci kepada sifat-sifat yang berlawanan dengan itu. |
وَاللَّهُ
حِ
طَّ
هِّ
رِ
|
Kebersihan Badan, surat al-Taubah [9]:108
لَا تَقُمْ
فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ
أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ
يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ (
(Janganlah kamu berdiri) melakukan salat
(dalam mesjid itu selama-lamanya) kemudian Nabi saw. mengirimkan segolongan
para sahabatnya guna merobohkan dan membakarnya. Kemudian mereka menjadikan
bekas mesjid itu sebagai tempat pembuangan bangkai. (Sesungguhnya mesjid yang
didirikan) dibangun dengan berlandaskan kepada pondasi (takwa, sejak hari
pertama) yaitu mesjid yang didirikan oleh Nabi saw. sewaktu pertama kali
beliau menginjakkan kakinya di tempat hijrahnya itu, yang dimaksud adalah
mesjid Quba. Demikianlah menurut penjelasan yang telah dikemukakan oleh Imam
Bukhari (adalah lebih berhak) daripada mesjid dhirar itu (kamu salat)
untuk melakukan salat (di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang) kaum Ansar
(yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih)
artinya, Allah akan memberikan pahala kepada mereka.
Lafal al-muththahhirîna asalnya ialah
al-mutathahhirîna kemudian huruf ta di-idgam-kan kepada
huruf tha yang asal, kemudian jadilah al-muththahhiriina. Ibnu
Khuzaimah di dalam kitab sahihnya telah meriwayatkan sebuah hadis melalui
Uwaimir bin Saidah, bahwasanya pada suatu hari Nabi saw. mendatangi mereka
(para sahabat) di mesjid Quba. Kemudian beliau bersabda, "Sesungguhnya
Allah swt. telah memuji kalian dengan baik atas pembersihan diri kalian
sehubungan dengan kisah mesjid kalian ini (Quba). Maka cara pembersihan
apakah yang sedang kalian lakukan sekarang ini?" Mereka menjawab,
"Demi Allah, wahai Rasulullah, kami tidak mengetahui apa-apa melainkan
kami mempunyai tetangga-tetangga Yahudi; mereka lalu membasuh dubur mereka
setelah buang air besar, maka kami pun melakukan pembasuhan seperti apa yang
mereka lakukan." Menurut hadis yang lain, yang telah diriwayatkan oleh
Imam Bazzar disebutkan bahwa para sahabat mengatakan, "Akan tetapi kami
memakai batu terlebih dahulu, kemudian baru kami memakai air." Maka Nabi
saw. menjawab, "Itulah yang benar, maka peganglah cara ini oleh
kalian."
|
4
|
Surat dan ayat ini meruapakan surat Makkiyah. Surat ini merupakan
surat kedua atau ke 4 yang diterima Nabi saw. Ayat awal surat ini berbicara
tentang pembinaan terhadap diri Rasulullah dalam rangka menghadapi
tugas-tugas penyebaran agama.
Kata tsiyâb
bentuk jama dari tsaub yang berarti pakaian. Arti kiasan kata ini ada
8 yaitu hati, jiwa, usaha, badan, budi pekerti, keluarga, istri, dan pakaian.
Kata thahhir
berarti membersihkan dari kotoran. Arti kiasan yaitu menyucikan dari dosa
atau pelanggaran.
1.
Arti kiasan ayat ini, yaitu perintah menyucikan -arti kiasan yang delapan
2.
Arti hakiki, berarti perintah membersihkan pakaian dari segala macam
kotoran dan tidak memakainya kecuali pakaian bersih sehingga nyaman dan baik
dipandang
3.
Kata tsiyâb dalam arti kiasan dan kata tathhir dalam arti
hakiki dengan arti, bersihkanlah jiwa/hati dari kotoran-kotoran
4.
Kebalikan dari no. 3 yaitu perintah untuk menyucikan pakaian dalam arti
memakai yang halal sesuai aturan agama setelah memperolehnya dengan cara yang
halal pula.
Ringkasnya ayat
ini memerintahkan agar membersihkan diri, pakaian dan lingkungan dari segala
najis, kotoran, sampah dan lain-lain. Di samping itu juga berarti perintah
memelihara kesucian dan kehormatan pribadi dari segala perangai yang tercela.
|
|
Surat al-Mudatsir, [ ]:4
يَا أَيُّهَا
الْمُدَّثِّرُ (1) قُمْ فَأَنْذِرْ (2) وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ (3) وَثِيَابَكَ
فَطَهِّرْ (4) وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ (5)
(Dan
pakaianmu
bersihkanlah) dari najis, atau pendekkanlah pakaianmu sehingga berbeda dengan
kebiasaan orang-orang Arab yang selalu menguntaikan pakaian mereka hingga
menyentuh tanah di kala mereka menyombongkan diri, karena dikhawatirkan akan
terkena barang yang najis.
Dalam ayat ini Allah memerintahkan
Nabi Muhammad saw. supaya membersihkan pakaian.
Makna membersihkan pakaian menurut sebagian ahli tafsir adalah
a. Membersihkan pakaian dari segala najis dan kotoran, karena bersuci dengan maksud beribadah wajib hukumnya, dan selain beribadah sunah hukumnya. Ketika sahabat Ibnu `Abbas ditanya orang tentang maksud ayat ini, beliau menjawab bahwa, firman Allah tersebut berarti larangan memakai pakaian untuk perbuatan dosa dan penipuan. Jadi menyucikan pakaian adalah membersihkannya dari najis dan kotoran. Dan pengertian yang lebih luas lagi, yakni membersihkan tempat tinggal dan lingkungan hidup dari segala bentuk kotoran, sampah dan lain-lain, sebab dalam pakaian dan tubuh serta lingkungan yang kotor banyak terdapat dosa. Sebaliknya dengan membersihkan badan, tempat tinggal dan lain-lain berarti berusaha menjauhkan diri dari dosa. Demikianlah para ulama Syafi'iyah mewajibkan membersihkan pakaian dari najis bagi orang yang hendak salat. Kebersihan jasmani mengangkat manusia kepada akhlak yang mulia.
b. Membersihkan pakaian berarti membersihkan
rohani dari segala watak dan sifat-sifat tercela. Khusus buat Nabi, ayat ini
memerintahkan beliau menyucikan nilai-nilai nubuat (kenabian) yang dipikulnya
dari segala yang mengotorinya (dengki, sempit dada, pemarah dan lain-lain).
Pengertian kedua ini bersifat kiasan (majazi), dan memang dalam bahasa Arab
terkadang-kadang menyindir orang yang tidak menepati janji dengan memakai
perkataan, "Dia suka mengotori baju (pakaian)-Nya". Dan kalau orang
yang suka menepati janji selalu dipuji dengan ucapan, "Dia suka
membersihkan baju (pakaian)-Nya".
|
|
(Hai orang-orang yang beriman,
janganlah berolok-olokan) dan seterusnya. Ayat ini diturunkan berkenaan
dengan delegasi dari Bani Tamim sewaktu mereka mengejek orang-orang muslim
yang miskin, seperti Ammar bin Yasir dan Shuhaib Ar-Rumi.
Al-Sukhriyah artinya
merendahkan dan menghina (suatu kaum) yakni sebagian di antara kalian (kepada
kaum yang lain karena boleh jadi mereka yang diolok-olokkan lebih baik dari
mereka yang mengolok-olokkan) di sisi Allah (dan jangan pula wanita-wanita)
di antara kalian mengolok-olokkan (wanita-wanita lain karena boleh jadi
wanita-wanita yang diperolok-olokkan lebih baik dari wanita-wanita yang
mengolok-olokkan dan janganlah kalian mencela diri kalian sendiri) artinya,
janganlah kalian mencela, maka karenanya kalian akan dicela; makna yang
dimaksud ialah, janganlah sebagian dari kalian mencela sebagian yang lain
(dan janganlah kalian panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk) yaitu
janganlah sebagian di antara kalian memanggil sebagian yang lain dengan nama
julukan yang tidak disukainya, antara lain seperti, hai orang fasik, atau hai
orang kafir.
(Seburuk-buruk nama) panggilan yang telah disebutkan di atas, yaitu
memperolok-olokkan orang lain mencela dan memanggil dengan nama julukan yang
buruk (ialah nama yang buruk sesudah iman).
Lafal al-Fusûq merupakan Badal dari lafal al-Ismu,
karena nama panggilan yang dimaksud memberikan pengertian fasik dan juga
karena nama panggilan itu biasanya diulang-ulang (dan barang siapa yang tidak
bertobat) dari perbuatan tersebut (maka mereka itulah orang-orang yang lalim.)
|
سْ
خَ
رْ
ق َ
|
Jangan Mengejek, surat al-Hujurat [ 49]:11
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا
خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا
مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ
بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ
هُمُ الظَّالِمُونَ (11)
Ibnu Munzir mengetengahkan sebuah hadis
melalui Ibnu Juraij menceritakan, mereka menduga bahwa ayat ini diturunkan
mengenai Salman Al Farisi r.a. yaitu ketika ia makan lalu tidur dan sewaktu
ia tidur kentut; lalu ada seorang lelaki yang menggunjingkan tentang makan
dan tidur Salman itu, maka turunlah ayat ini.
Yaskhar artinya memperolok-olok yaitu dengan menyebut
kekurangan pihak orang lain dengan tujuan menertawakan yang bersangkutan baik
dengan ucapan, perbuatan, atau tingkah laku.
|
1
|
Pada ayat ini Allah swt. mengungkap pentingnya tauhid atau makrifatullah
(pengenalan diri pada Allah). Tauhid atau makrifat ini, adalah pokok dari
segala yang pokok, dan merupakan awal keberagamaan seseorang dan kewajiban
pertama dan atau untuk diajarkan lebih dahulu kepada manusia, sebelum
pelajaran-pelajaran agama yang lain seperti fikih. Jika pengelan diri pada Allah sampai pada pengenalan sesungguhnya, maka
otomatis akal dan pikiran, jiwa dan hati akan terpanggil untuk mendekat
kepada-Nya dengan menunaikan salat.
Pada akhir ayat ini Allah swt menekankan
supaya salat didirikan. Menyebut
ibadat salat di sini secara khusus, menunjukkan keutamaan ibadat salat itu
dibanding dengan ibadat-ibadat wajib yang lain, seperti puasa, zakat, haji
dan lain-lain.
Keutamaan
ibadat salat itu, bila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan tata
tertib, ia akan mencegah pelakunya dari perbuatan yang keji dan mungkar, surat al-Ankabut: 45;
وأقم الصلاة إن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر
Artinya:
"Dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu, mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar".
Sebagian
ahli Tafsir berpendapat bahwa akhir ayat ini, ditujukan kepada orang yang
tidak menunaikan salat pada waktunya, apakah karena lupa atau lainnya, supaya
melaksanakannya pada saat ia sadar dan mengingat perintah Allah yang
ditinggalkan itu sebagaimana sabda Rasulullah saw.
من نسي صلاة
فليصلها إذا ذكرها فإن الله قال أقم الصلاة لذكري
Artinya:
Barangsiapa lupa menunaikan salat maka hendaklah ia melakukannya apabila ia telah mengingatnya, karena Allah SWT. berfirman, "Dirikanlah salat untuk mengingat Aku (perintah-Ku)!". (H.R Tirmizi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah) Dan sabdanya pula:
إذا رقد أحدكم أو غفل عنها فليصلها إذا ذكرها قال أقم الصلاة لذكري
Artinya:
Apabila salah seorang kamu tidur sehingga tidak salat atau lupa salat hendaklah ia menunaikannya, apabila ia telah mengingatnya, karena sesungguhnya Allah SWT. berfirman, "Dan dirikanlah salat karena mengingat Aku". (H.R Bukhari dan Muslim dari Anas) |
َأ
َقِ
صَّ
ذِ
ك
|
Surat Thaha [20]:14
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
"Dan dirikanlah salat
untuk mengingat-Ku"
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا
فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي (14
Kata lidzkrî yaitu zikir ucapan, zikir hati dan huruf lâ diartikan
"agar supaya". Maksudnya "penuhilah zikir dan ingatanmu
kepada-Ku dengan melaksanakan salat".
|
2
|
Dalam ayat
ini Allah swt. telah memerintahkan kepada seluruh manusia, memperhatikan
beberapa hal yang menjadi pokok keimanan, yaitu;
Pertama: tidak menyembah tuhan-tuhan yang lain selain Dia.
Kedua: berbuat baik kepada kedua
ibu-bapak.
Perintah berbuat baik kepada ibu bapak, sesudah
memerintahkan beribadah hanya kepada-Nya.
Kewajiban pertama dan utama setelah
kewajiban mengenal dan mengesakan Allah dan beribadah kepada-Nya adalah
berbakti kepada kedua orang tua. Diletakkan dalam urutan kedua sesudah
kewajiban manusia beribadah hanya kepada Allan Yang Maha Kuasa, surat
al-Nis6a [4]: 36
وَاعْبُدُوا
اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
Artinya:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak. (Q.S. An Nisa: 36)
Sebaliknya anak yang durhaka kepada
kedua orang tuanya, dinyatakan sebagai orang yang berbuat maksiat, yang
dosanya diletakkan pada urutan kedua sesudah dosa orang yang mempersekutukan
Allah dengan tuhan-tuhan yang lain, surat al-An'am [6]:151
قُلْ تَعَالَوْا
أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
Artinya:
Katakanlah: Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak."
Allah swt.
memerintahkan kepada anak agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya dengan
alasan sebagai berikut:
1. Kasih sayang kedua ibu bapak yang telah dicurahkan kepada anak-anaknya dan segala macam usaha yang telah diberikan agar anak-anaknya menjadi anak-anak yang saleh, terjauh dari jalan yang sesat. Beratnya penderitaan yang telah mereka rasakan pada saat melahirkan, banyaknya kesulitan dalam mencari nafkah dalam mengasuh serta mendidik putra-putra mereka dengan penuh kasih sayang. Maka sepantasnya lah apabila kasih sayang yang tiada taranya itu, dan usahanya yang tak mengenal payah itu mendapat balasan dari anak-anak mereka dengan berbuat baik kepada mereka dan mensyukuri jasa baik mereka itu.
2. Anak-anak adalah bagian tulang dari
kedua ibu bapak, seperti disebutkan dalam riwaya:
فاطمة بضعة مني Artinya: "Fatimah adalah bagian tulang diriku"
3. Anak-anak sejak masih bayi hingga dewasa,
baik makanan ataupun pakaiannya menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya,
maka sepantasnyalah apabila tanggung jawab itu mendapat imbalan budi dari
anak-anaknya.
Secara singkat dapat dikatakan, bahwa
nikmat yang paling banyak diterima oleh manusia ialah nikmat Allah, sesudah
itu nikmat yang diterima dari kedua ibu-bapak. Kemudian Allah swt menetapkan bahwa
bila salah seorang di antara kedua ibu bapak atau kedua-duanya berumur
lanjut, dan mengalami kelemahan jasmani, sehingga tak mungkin lagi untuk
berusaha mencari nafkah, dan mereka harus hidup bergaul dengan anak-anaknya,
agar mendapatkan nafkah dan perlindungannya. Maka menjadi kewajibanlah bagi
anak-anaknya menggauli mereka dengan penuh kasih sayang dan menghormati
mereka sebagai rasa syukur terhadap nikmat yang pernah diterima dari
keduanya.
Di dalam ayat ini nampak adanya beberapa ketentuan dan sopan santun
yang harus diperhatikan anak terhadap kedua ibu bapaknya antara lain:
1. Tidak boleh anak mengucapkan kata
"ah" kepada kedua orang ibu bapaknya, hanya karena sesuatu sikap
atau perbuatan mereka yang kurang disenangi. Hendaklah anak-anaknya berlaku sabar,
sebagaimana perlakuan kedua ibu bapaknya ketika mereka merawat dan
mendidiknya di waktu masih kecil.
2. Tidak boleh anak-anak menghardik atau
membentak kedua orang ibu bapaknya sebab dengan bentakan itu kedua ibu
bapaknya akan terlukai perasaannya. Misalnya mengeluarkan kata-kata kasar
pada saat si anak menolak pendapat kedua orang tua atau menyalahkan pendapat
mereka. Larangan menghardik dalam ayat ini adalah sebagai penguat dari
larangan mengatakan "ah" yang biasanya diucapkan oleh seorang anak
terhadap kedua ibu bapaknya pada saat ia tidak menyetujui kedua ibu bapaknya.
3.
Hendaklah anak mengucapkan kepada kedua ibu bapak kata-kata yang mulia.
Kata-kata yang mulia ialah kata-kata yang diucapkan dengan penuh khidmat dan
hormat, yang menggambarkan penghidmatan dan adab yang sopan santun serta
penghargaan yang penuh terhadap orang lain.
|
دَ
حْ
سَ
|
Berbuat Baik Kepada Kedua Orang Tua, surat al-Isr6a [17]:23
وَقَضَى رَبُّكَ
أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا
يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ
لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23)
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا
كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (24)
(Dan telah memutuskan) telah
memerintahkan (Rabbmu supaya janganlah).
Lafal allâ berasal dari gabungan antara an dan laa (kalian
menyembah selain Dia dan) hendaklah kalian berbuat baik (pada ibu bapak
kalian dengan sebaik-baiknya) yaitu dengan berbakti kepada keduanya. (Jika
salah seorang di antara keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu)
Kata ihsân mengandung arti dua
hal yaitu :
1.
Memberi nikmat kepada pihak
lain
2.
Pebuatan baik
Kata ihsân lebih
luas dari sekedar memberi nikmat dan nafkah bahkan lebih tinggi maknanya dari
makna adil. Karena adil memperlakukan orang lain sama dengan diri kita
sementara ihsan lebih baik dari diri sendiri.
Menggunakan huruf bi buka li=ilâ karena ilâ
mengandung makna jarak sementara bi untuk li ilshaq yakni
kelekatan. Maksudnya bakti yang dipersembahkan oleh anak kepada kedua orang
tuanya pada hakikatnya baukan untuk ibu bapak tetapi untuk diri anak sendiri.
Kata ihsân bila menggunakan idiom bi berarti penghormatan dan
pengagungan yang berkaitan dengan peribadi, kalau idiom ilâ/li berarti
memberi manfaat materi.
Lafal ahaduhumaa adalah fa`il (atau kedua-duanya).
Menurut suatu qiraat lafal yablughanna dibaca yablughaani
dengan demikian maka lafal ahaduhumaa menjadi badal daripada alif
lafal yablughaani (maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan ah kepada
keduanya) dapat dibaca uffin dan uffan; atau uffi dan uffa;
lafal ini adalah mashdar yang artinya adalah celaka dan sial (dan
janganlah kamu membentak mereka) jangan kamu menghardik keduanya (dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia) perkataan yang baik dan sopan.
|
1.
|
Dalam
surah ini Allah swt. mengingatkan kepada Rasul-Nya dan pengikutnya dengan
suatu peristiwa yang menunjukkan betapa besarnya kekuasaan Allah yaitu dengan
peristiwa penyerbuan tentara gajah yang dipimpin oleh Raja Abrahah dari
Habasyah untuk menundukkan penduduk Mekah dan meruntuhkan Kakbah. Tetapi
Allah membinasakan mereka sebelum tercapai maksud mereka, melaksanakan
rencana mereka yang jahat itu.
Peristiwa Gajah adalah suatu peristiwa yang paling terkenal di
kalangan bangsa Arab, sehingga peristiwa ini mereka jadikan patokan tanggal
bagi peristiwa-peristiwa lainnya.
Kesimpulan riwayatnya adalah bahwa seorang panglima perang yang berkuasa di Yaman ingin menguasai Kakbah dan menghancurkannya, dengan maksud melarang orang-orang Arab mengerjakan haji ke Kakbah. Bergeraklah bala tentaranya menuju Kakbah disertai beberapa ekor gajah untuk memperhebat dan menakut-nakutkan. Ketika iring-iringan angkatan perang tersebut tiba di suatu tempat bernama "Mugammas" (suatu tempat yang berdekatan dengan Mekah) mereka beristirahat di sana. Panglima perang mengirim utusannya kepada penduduk Mekah untuk menyampaikan maksudnya, yaitu bukan untuk memerangi penduduk tetapi untuk menghancurkan Kakbah. Penduduk Mekah menjadi ketakutan dan lari ke gunung-gunung di sekeliling Kakbah untuk melihat dari jauh apa yang akan terjadi dan apa yang akan dilakukan oleh Panglima perang tersebut. Pada hari kedua tersebarlah wabah cacar yang paling hebat di kalangan tentara gajah itu. `Ikrimah berkata: "Ini adalah kali pertama timbul wabah cacar dan tampak di negara Arab. Wabah tersebut sangat hebatnya menyebabkan daging mereka berjatuhan berkeping-keping, yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Melihat kejadian itu timbullah ketakutan di kalangan bala tentara gajah lalu mereka melarikan diri, sedangkan panglima mereka sambil lari dagingnya berjatuhan dan menemui ajalnya di kota San'a.
Dalam
surah ini pula Allah menjelaskan apa yang terjadi terhadap tentara gajah
dalam bentuk pertanyaan, yaitu "Tidakkah engkau mengetahui keadaan yang
sangat aneh dan peristiwa yang sangat dahsyat yang membuktikan kekuasaan
Allah, ilmu dan hikmah-Nya yang tinggi terhadap tentara gajah yang ingin
menghancurkan Kakbah?".
Kejadian itu berbeda dengan kejadian lainnya yang mempunyai sebab dan akibat. |
|
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ
الْفِيلِ (1) أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ (2) وَأَرْسَلَ
عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ (3) تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ (4)
فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ (5)
(Apakah kamu
tidak memperhatikan) Istifham atau kata tanya di sini mengandung makna
takjub; artinya sepatutnya kamu merasa takjub (bagaimana Rabbmu telah
bertindak terhadap tentara bergajah) orang yang mempunyai gajah itu bernama
Mahmud yang disertai oleh teman-temannya, yaitu raja negeri Yaman yang
bernama Abrahah berikut tentaranya. Dia telah membangun sebuah gereja di
Shan'a dengan tujuan supaya orang-orang berpaling dari menziarahi Mekah dan
tidak menziarahinya lagi. Pada suatu hari ada seseorang lelaki dari Kinanah
telah membuat kejadian di gereja tersebut, ia melumuri bagian gereja yang
dijadikan kiblat dengan kotoran unta dengan maksud menghinanya. Abrahah
bersumpah untuk menghancurkan Kakbah. Lalu ia datang ke Mekah bersama
tentaranya, beserta gajah-gajah milik Mahmud tadi. Ketika mereka mulai
bergerak hendak menghancurkan Kakbah, Allah mengirimkan kepada mereka apa
yang dikisahkan-Nya melalui firman selanjutnya yaitu:
|
|
No comments:
Post a Comment