Monday, March 12, 2018

Tafsir Ayat Isyarat Rumah Qur'ani



MOTIVASI QUR'ANI
Fadhlullah Muh. Said



A. Pendahuluan
Berinteraksi dengan al-Quran adalah fardhu 'ain bagi setiap individu muslim. Konon, ketika Kyai Ahmad Dahlan mulai melakukan cita-cita reformasi Islam di Indonesia, beliau memperkenalkan sebuah surat pendek al-Quran dari juz ‘Amma yaitu surat al-Maun [107]. Surat itu merupakan hafalan wajib bagi setiap santrinya dan termasuk yang sering dibaca dalam salat dan khususnya para imam salat. Pengulang-ulangan itu dilakukan supaya kaum muslimin Indonesia tersentuh oleh makna dan semangat ayat itu agar surat pendek itu menjadi inspirasi gerakan kemanusiaan yang mendalam dan dahsyat dalam kepekaan atau amal-amal sosialnya.
Sangat menakjubkan bahwa al-Quran dipelajari, dikaji bahkan dihafal oleh ribuan bahkan jutaan orang muslim mampu menghafalnya sejak kecil sampai dewasa. Berbeda dengan kitab-kitab sebelumnya, dari kitab suci apapun atau yang tidak suci tidak ada yang biasa dihafal secara sempurna seperti al-Quran. Keajaiban al-Quran banyak dihafal oleh orang bukan Arab tetapi luar Arab seperti India, Turki, Asia dan Afrika meskipun umumnya mereka tidak paham bahsa Arab. Tidak sedikit ditemukan anak kecil yang berusia 5-10 tahun memiliki kemampuan bukan hanya menghafal al-Quran dengan sempurna sejak kecilnya tetapi sekaligus mampu menerjemahkannya dengan bahas ibunya sendiri dan menjadikan Al-Quran sebagai cermin kehidupannya
1.      Menghafal dan menerjemahkan  al-Quran dengan bahasa ibu
2.      Menerangkan topik ayat al-Quran
3.      Menafsirkan al-Quran dengan al-Quran
4.      Bercakap-cakap dengan bahasa al-Quran
5.      Menerangkan makna al-Quran dengan metode isyarat tangan

B. Mengapa Al-Quran Penting Dibaca dan dipelajari ?
Seorang filosof Islam yang bernama Iqbal berkata; Bacalah Al-Quran seakan-akan ia diturunkan kepadamu. Al-Quran adalah jamuan Tuhan, rugilah orang yang tidak menghadiri jamuan- Nya. Akan lebih rugi lagi orang yang hadir tapi tidak menyantapnya. Di antara persoalan agama yang akan ditanyakan di alam barzakh oleh malaikat Munkar dan Nakir adalah mâ imâmuka / Apa Imammu?. Al-Quran adalah Imamku.
Al-Quran surat al-Qashas [28] : 85;
إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْءَانَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ مَنْ جَاءَ بِالْهُدَى وَمَنْ هُوَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Sesungguhnya Allah yang telah memfardukan Al Qurân itu. pasti mengembalikan kamu ke kota Mekah. Katakanlah Tuhanku lebih mengetahui siapa yang datang membawa pedoman hidup dan siapa yang datang membawa kesesatan yang nyata ”
Berdasarkan ayat  ini setiap muslim fardu ‘ain mempelajari al-Qurân
Kewajiban Seorang Muslim terhadap al-Quran adalah 7 T yaitu:

1.      Tahsin,
2.      Tahfidz,
3.      Takhthith,
4.      Tarjamah,
5.      Tafsir,
6.      Tathbiq,
7.      Tabligh

C. Pengaruh al-Quran Terhadap Jiwa Manusia
Sungguh tidak sedikit yang tersentak kesadaran spiritualnya karena getaran ayat-ayat suci al-Quran yang didengar, dibaca, dan dikajinya. Dikisahkan dalam riwayat, bahwa Umar bin Khattab meninggalkan rumahnya dalam keadaan emosi, bermaksud membunuh Nabi Muhammad saw. Yang dinilainya memecah-belah masyarakat Arab dan merendahkan Tuhan sesembahan leluhurnya. Dalam perjalanannya mencari Nabi saw, dia bertemu dengan seorang sambil menanyakan tujuannya. Kemudian orang berkata, ”Tidak usah Muhammad yang kamu bunuh, adikmu saja telah mengikuti dakwahnya (masuk Islam) yang lebih baik kamu urus. Akhirnya Umar kembali dan menuju rumah adiknya. Adik bersama dengan suaminya sedang membaca lembaran ayat-ayat suci al-Quran. Umar menyaksikan adiknya membaca al-Quran langsung ia tampar hingga bercucuran darah dari wajahnya dan meminta lembaran itu namun ia tidak memberikannya kecuali Umar dalam kondisi suci. Lembaran itu dibacanya yaitu potongan surat Thaha [20]:1-6.
Tampak gemetar umar membaca ayat-ayat itu. Kemudian begegas menemui Nabi saw. Tetapi kini bukan bermaksud membunuhnya. Ketika berhadapan dengan Nabi, Nabi saw. menarik keras ikat pinggang Umar sambil bersabda: Apa maksud kedatanganmu wahai putra al-Khaththab ? Saya kira kamu tidak akan berhenti sampai Allah menurunkan siksa-Nya padamu”. Umar menjawab, ”Wahai Rasulullah, aku datang untuk percaya kepada Allah dan Rasul-Nya serta apa yang disampaikannya dari Allah swt.
Sulit untuk menyangkal bahwa secara psikologis al-Quran dapat mempengaruhi hati orang beriman, seperti surat al-Anfal [8]:2
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal,
   Ayat lain lebih tegas lagi yaitu surat al-Zumar [39]:23.
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ (23)

Beriku ini beberapa Ayat-ayat dan Hadis motivasi untuk mempelajari al-Quran, di antaranya :
Surat Muhammad [47]: 24
" Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur'an ataukah hati mereka terkunci."

Hadis-hadis  Nabi saw.
Riwayat Thabrani dan Baihaqi dari Ibnu Abbas ra., Nabi saw. bersabda:  "Umatku yang paling mulia adalah ahli Al-Qur'an dan ahli Qiyamul lail (Tahajud)."

Riwayat Hakim dari Abu Hurairah ra., Nabi saw. bersabda: "Siapa yang setiap malam membaca seratus ayat tidak termasuk golongan orang-orang yang lalai."

Nabi saw bersabda:" Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman, siapa yang menyibukkan dirinya dengan Al-Qur'an dan mengingat-Ku daripada meminta kepada-Ku, Aku akan berikan kepadanya yang lebih utama daripada pemberian-Ku kepada orang-orang yang meminta kepada-Ku, dan keutamaan Kalamullah dari seluruh kalam seperti keutamaan Allah atas makhluk-Nya." (H.R. Turmudzi dari Said r.a.)

Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi, al-Nisai, dan Ibnu Majah dari Usman bin Affan ra., Nabi saw bersabda:
عن عُثْمَانَ بن عَفَّانَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ  صلى الله عليه وسلم  قال خَيْرُكُمْ من تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ قال أبو عِيسَى هذا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
"Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur'an dan mengajarkannya."

أَنَّ نَافِعَ بن عبد الْحَارِثِ لَقِيَ عُمَرَ بِعُسْفَانَ وكان عُمَرُ يَسْتَعْمِلُهُ على مَكَّةَ فقال من اسْتَعْمَلْتَ على أَهْلِ الْوَادِي فقال بن أبزي قال وَمَنْ بن أبزي قال مَوْلًى من مَوَالِينَا قال فَاسْتَخْلَفْتَ عليهم مَوْلًى قال إنه قَارِئٌ لِكِتَابِ اللَّهِ عز وجل وَإِنَّهُ عَالِمٌ بِالْفَرَائِضِ قال عُمَرُ أَمَا إِنَّ نَبِيَّكُمْ  صلى الله عليه وسلم  قد قال إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بهذا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ
         "Sesungguhnya Allah mengangkat derjat seseorang dan merendahkan sebagian yang lainnya dengan al-Quran

عن عبد اللَّهِ بن عَمْرٍو عن النبي  صلى الله عليه وسلم  قال يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كما كُنْتَ تُرَتِّلُ في الدُّنْيَا فإن مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَأُ بها قال أبو عِيسَى هذا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
         "Dikatakan kepada sahabat al-Quran, baca dan naiklah sebagaimana engakau biasa membacanya di dunia. Sesungguhnya tempatmupada akhir ayat yang kamu baca"

عن أبي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ  صلى الله عليه وسلم  قال لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ وَإِنَّ الْبَيْتَ الذي تُقْرَأُ فيه الْبَقَرَةُ لَا يَدْخُلُهُ الشَّيْطَانُ قال أبو عِيسَى هذا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
"Jangan menjadikan rumahmu seperti kuburan. Sesungguhnya rumah yang dibacakan surat al-Baqarah di dalamnya niscaya setan tidak akan masuk di dalam rumah"
قَال سمعت عَبْدَ اللَّهِ بن مَسْعُودٍ يقول قال رسول اللَّهِ  صلى الله عليه وسلم  من قَرَأَ حَرْفًا من كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ ألم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ وَيُرْوَى هذا الْحَدِيثُ من غَيْرِ هذا الْوَجْهِ عن بن مَسْعُودٍ وَرَوَاهُ أبو الْأَحْوَصِ عن بن مَسْعُودٍ رَفَعَهُ بَعْضُهُمْ وَوَقَفَهُ بَعْضُهُمْ عن بن مَسْعُودٍ قال أبو عِيسَى هذا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ

عن أبي هُرَيْرَةَ قال قال رسول اللَّهِ  صلى الله عليه وسلم  من نَفَّسَ عن مُؤْمِنٍ كُرْبَةً من كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ الله عنه كُرْبَةً من كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ على مُعْسِرٍ يَسَّرَ الله عليه في الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ الله في الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ في عَوْنِ الْعَبْدِ ما كان الْعَبْدُ في عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فيه عِلْمًا سَهَّلَ الله له بِهِ طَرِيقًا إلى الْجَنَّةِ وما اجْتَمَعَ قَوْمٌ في بَيْتٍ من بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إلا نَزَلَتْ عليهم السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ الله فِيمَنْ عِنْدَهُ

عن عَلِيِّ بن أبي طَالِبٍ قال قال رسول اللَّهِ  صلى الله عليه وسلم  من قَرَأَ الْقُرْآنَ وَاسْتَظْهَرَهُ فَأَحَلَّ حَلَالَهُ وَحَرَّمَ حَرَامَهُ أَدْخَلَهُ الله بِهِ الْجَنَّةَ وَشَفَّعَهُ في عَشْرَةٍ من أَهْلِ بَيْتِهِ كلهم وَجَبَتْ له النَّارُ قال أبو عِيسَى هذا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إلا من هذا الْوَجْهِ وَلَيْسَ إِسْنَادُهُ بِصَحِيحٍ وَحَفْصُ بن سُلَيْمَانَ يُضَعَّفُ في الحديث





TAHSIN, TILAWAH & TAFSIR
AL-QURAN


      Surat al-Muzammil [73]: 20
"Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan."
"Bacalah al-Quran dengan dialek dan intonasi orang Arab yang fasih"
          A. Tahsin
          Tahsin sebagai ilmu dasar membaca Al-Quran yang meliputi: makharijul huruf, sifatul huruf, dan ahkamul tajwid, al-waqfi wal ibtida’i.
          1. Apa itu Tahsin ?
             Tahsin berasal dari kata hasana yuhsinu tahsînan yang berarti membaguskan atau memperbaiki. Hukum mempelajari tahsin untuk membaca al-Quran adalah fardu ain
         2. Mengapa Tahsin Penting ?
             Tahsin itu penting karena ilmu ini bertujuan Menjaga lidah dari kesalahan pada saat membaca dan menyebut huruf-huruf al-Quran baik al-Lahnu al-Jalî yaitu kesalahan berat atau al-Lahnu al-Khafî yaitu kesalahan ringan
          Kesalahan-Kesalahan dalam Tilawah di antaranya:
1.      Tidak Konsisten dalam membaca tanda-tanda panjang dan pendek
2.      Tidak Konsisten atau seimbang dalam membaca gunnah
3.      Pengucapan vokal yang tidak sempurna/huruf banyak ditelan
4.      Huruf sukun yang sering dipantulkan
      B. Pembacaan al-Quran dilihat dari tingkatan kecepatan terbagi empat macam bacaan yaitu:
1.          al-Tahqîq yaitu bacaan dengan irama yang sangat lambat
2.          al-Tartîl yaitu bacaan dengan irama lambat
3.          al-Hadr yaitu bacaan dengan irama cepat
4.          al-Tadwîr yaitu bacaan dengan irama sedang
     C. Tafsir dan Ilmu Tafsir
      Secara harfiah tafsir berarti al-idhâh (mejelaskan), al-Tibyân (menerangkan), al-Izhar (menampakkan), al-Kasyf (menyibak), al-Tafshîl (merinci). Kata Tafsir terambil dari kata al-fasr yang berarti al-ibânah dan al-kasyf yang keduanya bearti membuka sesuatu yang tertutup.
      Banyak ulama Tafsir telah mendefinisikan Ilmu tafsir. Menurut al-Zarqani,
Ilmu yang membahas tentang al-Quran dari segi dilalahnya sesuai yang dikehendaki Allah swt. Menurut kemampuan manusia.
      Menurut Al-Zarkasyi (745-794/1344-1391),
  Ilmu untuk memahami kitab Allah (al-Quran) yang diturunkan kepada nabi-Nya Muhammad saw. Serta menerangkan makna, hukum, dan hikmah (yang terkandung di dalamnya).
      Dari pengertian tafsir dan ilmu tafsir tersebut, keduanya dapat dibedakan. Tafsir adalah penjelasan atau keterangan tentang al-Quran sementara ilmu tafsir adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana cara menerangkan atau menafsirkan al-Quran. Atau ilmu Tafsir adalah sarana atau media sementara tafsir adalah produk yang dihasilkan oleh ilmu tafsir dan keduanya saling memiliki hubungan yang sangat erat bahkan menyatu. Tafsir dan ilmu tafsir adalah bagian dari ilmu-ilmu al-Quran atau ulûm al-Quran yang harus diketahi bagi yang ingin memahami makna-makna al-Quran secara mendalam dan benar.
       Berikut ayat-ayat yang dikembangkan oleh Rumah Qurani  dan Tafsir singkatnya:
Tahsin, Tilawah & Tafsir Sederhana
Ayat-ayat Rumah Qurani
Oleh : Fadhlullah Muh. Said


Tafsir Singkat
Huruf yang harus Diperhatikan
Lafaz Ayat &Nama Surat
No
Pada ayat ini Allah swt, memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. dan orang-orang yang beriman agar mengucapkan "salam" kepada orang-orang beriman yang mereka temui, atau bila berpisah antara satu dengan yang lain.
       Ucapan salam itu bisa dengan "salamun alaikum", bisa juga "Assalamu alaikum" atau yang lengkap "Assalamu alaikum warahmatulloh wabarakatuh".
        Perkataan "salam" berarti "selamat", "sejahtera" atau "damai". "Assalam" ialah salah satu dari nama-nama Allah, yang berarti bahwa Allah swt selamat dari sifat-sifat yang tidak layak baginya, seperti sifat lemah, miskin, baharu, mati dan sebagainya. Di Makkah, salah satu nama pintu masjid al-Haram adalah al-salâm yang disunahkan dilewati bagi peziarah yang baru datang dan masuk masjid Haram
        Ucapan "Salam" yang diperintahkan Allah dalam ayat ini, mengandung pengertian bahwa Allah menyatakan kepada orang-orang yang telah masuk Islam, mereka telah selamat dan sejahtera dengan masuk Islam itu, karena dosa-dosa mereka telah diampuni, jiwa dan darah mereka telah dipelihara oleh kaum muslim dan mereka telah mengikuti petunjuk yang membawa mereka kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
        Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan "salam" dalam ayat ini, ialah "salam" yang harus diucapkan Rasulullah saw. kepada orang orang mukmin yang dianggap rendah dan miskin oleh orang-orang Quraisy, yang datang kepada Rasulullah saw. di waktu beliau sedang berbicara dengan pembesar-pembesar Quraisy. Janganlah mereka diusir, sehingga menyakitkan hatinya. Sekalipun mereka miskin tetapi kedudukan mereka lebih tinggi di sisi Allah, karena itu ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik atau suruhlah mereka menunggu sampai pembicaraan dengan pembesar-pembesar Quraisy itu selesai, ini sesuai dengan sebab ayat diturunkan.
      Kepada orang-orang yang masuk Islam itu Allah menjanjikan akan melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka, sebagai suatu kemurahan dari-Nya, di antaranya;  
1. Tidak dihukumnya orang yang berbuat maksiat dengan tidak mengetahui bahwa perbuatan itu adalah perbuatan maksiat.
 2. Tidak dihukumnya bagi orang yang mengerjakan larangan karena tidak sadar, lantaran sangat marah atau karena dorongan hawa nafsu. Kemudian mereka bertobat dan menyesal atas perbuatan itu, mereka berjanji tidak akan mengulangi lagi, serta mengadakan perbaikan dengan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan baik dan mengikis habis pengaruh perkataan buruk itu dalam hatinya, hingga jadilah hati dan jiwanya bersih dan dirinya bertambah dekat kepada Allah.
       Dari ayat ini dapat diambil suatu dasar dalam menetapkan hukuman bahwa hal-hal yang dapat menghapuskan, mengurangi atau meringankan hukuman bagi seorang yang akan atau telah diputuskan hukumannya ialah:
 1. Kesalahan yang diperbuatnya itu dilakukan tanpa disadarinya, atau perbuatan itu dilakukan tanpa iradah (kemauan) dan ikhtiarnya.
2. Tindak tanduk atau tingkah lakunya menunjukkan bahwa ia telah berjanji hatinya tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi, ia telah menyesal karena mengerjakan kejahatan tersebut, serta ia telah melakukan perbuatan perbuatan baik.

فَ
قُ
سَ
عَ
ْكُ
Memberi Salam, Surat al-An'am [6]:54
وَإِذَا جَاءَكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِنَا فَقُلْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ أَنَّهُ مَنْ عَمِلَ مِنْكُمْ سُوءًا بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَصْلَحَ فَأَنَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (54) )

(Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah) kepada mereka ("Mudah-mudahan Allah melimpahkan kesejahteraan atas kamu telah menetapkan) telah memastikan (Tuhanmu atas diri-Nya kasih sayang, Dalam suatu qiraat dibaca dengan fathah yaitu annahu sebagai badal atau kata ganti dari Lafal ar-rahmah (siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan) terhadap perbuatan itu sewaktu ia melakukannya (kemudian ia bertobat) kembali ke jalan yang benar (setelah itu) setelah mengerjakannya (dan mengadakan perbaikan) terhadap amal perbuatannya (maka sesungguhnya Ia) yakni Allah swt. (Maha Pengampun) kepadanya (lagi Maha Penyayang.") kepada dirinya. Menurut qiraat lainnya dibaca dengan fatah; artinya maka Dialah yang memberi ampunan dan kasih sayang.


        Dalam ayat ini Allah swt. memerintahkan supaya manusia memakai "zinah" (pakaian yang indah) dalam mengerjakan ibadat, seperti salat, tawaf dan lain-lainnya.
         Yang dimaksud dengan memakai "zinah" ialah memakai pakaian yang dapat menutupi auratnya. Lebih sopan lagi kalau pakaian itu selain bersih dan baik juga indah yang dapat menambah keindahan seseorang dalam beribadat menyembah Allah sebagaimana kebiasaan berdandan seseorang yang akan pergi ke tempat-tempat undangan dan lain-lain. Rasulullah saw. bersabda:
 
إذا صلى أحدكم فليلبس ثوبيه فإن الله عزوجل أحق من تزين له فإن لم يكن له ثوبان فليتزر إذا صلى ولا يشتمل احدكم فى صلاته إشتمال اليهود
Artinya:
Apabila salah seorang di antaramu mengerjakan salat hendaklah memakai dua kain, karena untuk Allahlah yang lebih pantas seseorang berdandan. Jika tidak ada dua helai kain, maka cukuplah sehelai saja untuk dipakai salat. Janganlah berkemul dalam salat, seperti berkemulnya orang-orang Yahudi. (H.R At Tabrani dan Al Baihaqy dari Ibnu Umar)
 
Diriwayatkan dari Hasan, cucu Rasulullah, bahwa dia apabila akan mendirikan salat memakai pakaian yang sebagus-bagusnya. Maka dia ditanya orang dalam hal itu. Dia menjawab: "Allah indah suka kepada keindahan, maka saya memakai pakaian yang bagus." Allah berfirman, surat al-A'raf: 31)
خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
Artinya:
Pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.
        Dengan ayat ini, tampak bahwa agama Islamlah yang menjadikan umat manusia di dunia ini beradab dan sampai kepada kemajuan yang tinggi. Perintah memakai pakaian yang baik ini sebelum Islam datang belum ada. Manusia masih banyak yang belum tahu pakaian, masih bertelanjang, baik di dunia barat atau dunia timur. Setelah turun perintah berpakaian dan cara berpakaian, maka berkembanglah pengetahuan dalam bidang pertanian, menanam kapas dan lain-lainnya yang menjadi bahan baku buat pakaian manusia.
          Kemudian dalam ayat ini, Allah swt. mengatur adab-adab makan dan minum. Dengan turunnya ayat ini, makanan dan minuman manusia itu harus disempurnakan dan diatur untuk dapat hidup sehat dengan gaya sehat. Dengan begitu manusia lebih kuat mengerjakan ibadat. Maka dalam ayat ini diterangkan Allah memakai pakaian yang bagus dengan memakan makanan yang baik dan minum minuman yang bermanfaat dalam rangka mengatur kesempurnaan dan kesehatan untuk dapat beribadat kepada Allah dengan baik. Kesehatan badan banyak hubungannya dengan makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang berlebih-lebihan membawa kepada kerusakan kesehatan.
           Karena itu, Allah melarang berlebih-lebihan dalam makan dan minum.
Larangan berlebih-lebihan itu mengandung beberapa arti, di antaranya:
1.      Jangan berlebih-lebihan dalam makan dan minum. Sebab makan dan minum berlebih-lebihan dan melampaui batas akan mendatangkan berbagai penyakit. Makanlah pada saat merasa lapar, dan berhentilah sebelum terlalu kenyang. Begitu juga minumlah, kalau merasa haus dan bila rasa  haus  hilang, berhentilah minum, walaupun nafsu makan atau minum masih ada. Nabi berpesan : "Tidak ada wadah yang dipenuhkan manusia lebih buruk dari perut...maka hendaklah 1/3 untuk makanan, 1/3 untuk minuman, dan 1/3 untuk nafas".  
2.      Jangan berlebih-lebihan dalam berbelanja untuk membeli makan atau minuman karena akan mendatangkan kerugian baik  karena pengeluaran lebih besar dari pendapatan, akan menimbulkan utang yang banyak. Oleh sebab itu manusia harus berusaha supaya jangan besar pasak dari tiang.
3.      Termasuk berlebih-lebihan juga kalau sudah berani memakan dan meminum yang diharamkan Allah. Dan memakan apa yang selera Anda tidak tertuju dengannya. Rasulullah saw. bersabda:
كلوا واشربوا وتصدقوا والبسوا في غير مخيلة ولا سرف فإن الله يحب أن يرى أثر نعمه على عبده
Artinya:
Makanlah, minumlah, bersedekahlah dan berpakaianlah dengan cara yang tidak sombong dan tidak berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah suka melihat penggunaan nikmat-Nya pada hamba-Nya.
(H.R Ahmad, Turmuzi dan Hakim dari Abi Hurairah)
        Perbuatan berlebih-lebihan yang melampaui batas itu selain merusak dan merugikan juga Allah tidak menyukainya. Setiap pekerjaan yang tidak disukai Allah kalau dikerjakan juga tentu akan mendatangkan bahaya.


شْ
سْ
ر
فُ
Tidak Berlebih-lebihan, Surat al-Araf [7]:31
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (31)

Sebab ayat ini turun diterangkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdun bin Hamid dari Said bin Jubair, katanya bahwa orang-orang di zaman Jahiliah tawaf sekeliling Kakbah dalam keadaan telanjang bulat. Mereka berkata: "Kami tidak akan tawaf dengan memakai pakaian yang telah kami pakai untuk berbuat dosa." Lalu datanglah seorang perempuan untuk mengerjakan tawaf dan pakaiannya dilepaskannya sama sekali sedang ia dalam keadaan bertelanjang hanya tangannya saja yang menutup kemaluannya. Karena itu turunlah ayat ini. Dan diriwayatkan pula bahwa Bani Amir di musim haji tidak memakan daging dan lemak, kecuali makanan biasa saja. Dengan demikian mereka memuliakan dan menghormati haji, maka orang Islam berkata: "Kamilah yang lebih berhak melaksanakan itu." Maka turunlah ayat ini.

 Imam Muslim telah meriwayatkan melalui Ibnu Abbas. Ibnu Abbas telah mengatakan bahwasanya pada zaman jahiliah ada seorang wanita melakukan tawaf di Ka'bah, sedangkan ia dalam keadaan telanjang bulat kecuali hanya pada bagian kemaluannya yang ditutup secarik kain. Dan ia mengatakan, "Pada hari ini tampak sebagian tubuh atau seluruhnya; anggota tubuh yang terlihat aku tidak menghalalkannya." Kemudian turunlah firman Allah swt., "Pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid......" (Q.S. Al-A`raaf 31) dan turun pula firman Allah swt., "Katakanlah, 'Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah.'....."(Q.S. Al-A`raaf 32-33).

(Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah) yaitu buat menutupi auratmu (di setiap memasuki mesjid) yaitu di kala hendak melakukan salat dan tawaf (makan dan minumlah) sesukamu (dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan).
1
       Pada ayat ini Allah swt kembali mengingatkan hamba-Nya untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah dilimpahkan-Nya. Ayat ini juga secara tegas menyatakan jika bersyukur maka pasti nikmat Allah akan ditambah. Bagi yang kufur nikmat, tidak ada penegasan bahwa pasti siksa-Nya akan jatuh, hanya menegaskan siksa Allah pedih, hanya sekedar ancaman. Bahkan tidak tertutup terhindar dari siksa di dunia dan boleh jadi nikmat ditambah-Nya dalam rangka mengulur kedurhakaannya.
           Mensyukuri rahmat Allah, pertama ialah dengan ucapan yang setulus hati, kemudian diiringi pula dengan perbuatan, yaitu menggunakan rahmat tersebut dengan cara dan untuk tujuan yang diridai-Nya.
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat, bahwa orang-orang yang dermawan dan suka menginfakkan hartanya untuk kepentingan umum dan menolong orang-orang yang memerlukan pertolongan, pada umumnya tak pernah jatuh miskin atau pun sengsara, bahkan sebaliknya rezekinya senantiasa bertambah dan kekayaannya makin meningkat dan hidupnya bahagia, dicintai dan dihormati dalam pergaulan.
           Sebaliknya orang-orang kaya yang kikir, atau suka menggunakan kekayaannya untuk hal-hal yang tidak diridai Allah, seperti judi atau memungut riba, maka kekayaannya tidak cepat bertambah bahkan lekas menyusut. Bahkan ia senantiasa dibenci dan dikutuki orang banyak, sehingga kehidupan akhiratnya jauh dari ketenangan dan kebahagiaan.

شَ
كَ
ر
َز
د
Bersyukur Pada Allah, Surat Ibrahim [14]:7
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (7)

(Dan ingatlah pula ketika mempermaklumkan) memberitahukan (Rabb kalian sesungguhnya jika kalian bersyukur) akan nikmat-Ku dengan menjalankan ketauhidan dan ketaatan (pasti Kami akan menambah nikmat kepada kalian dan jika kalian mengingkari nikmat-Ku) apabila kalian ingkar terhadap nikmat-Ku itu dengan berlaku kekafiran dan kedurhakaan niscaya Aku akan menurunkan azab kepada kalian. Pengertian ini diungkapkan oleh firman selanjutnya: ("Sesungguhnya azab-Ku sangat keras.")



2
       Dalam ayat ini, Allah swt. Menegaskan bahwa pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan. Kata tabzîr/pemborosan dalam arti pengeluaran yang bukan haq. Maksud pemboros-pemboros dalam ayat ini ialah orang-orang yang menghambur-hamburkan harta bendanya dalam perbuatan maksiat dan perbuatan itu tentunya di luar perintah Allah. Jadi orang-orang yang memboroskan hartanya, berarti orang-orang yang mengikuti langkah setan dan disebut ikhwân kawan-kawan setan. Setan dan pemboros kedua-nya ama melakukan hal-hal yang batil. Kata kânû, isyarat kemantapan persamaan dan persaudaraan itu dan telah terjadi sejak dahulu dan berlangsung hingga kini, surat al- Zukhruf: 36
 وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ (36)
Artinya:
Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Alquran) Kami adakan baginya setan (yang menyesatkannya), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.
Dan firman Allah surat al- Saffat: 22
احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ
Artinya:
(Kepada malaikat diperintahkan): "Kumpulkanlah orang-orang yang lalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah."
           Di akhir ayat Allah swt. menjelaskan bahwa setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya, maksudnya sangat ingkar kepada nikmat Allah yang diberikan kepadanya, dan tidak mau mensyukurinya, bahkan setan itu membangkang tidak mau menaati perintah Allah, malah menggoda manusia agar berbuat maksiat. Maka apabila setan itu dinyatakan kafir (sangat ingkar), tentulah teman-temannya, yaitu orang-orang yang mengikuti ajakan setan itu akan menjadi kayu bakar api neraka.
Al-Karkhi menjelaskan bahwa demikian pulalah keadaan orang yang diberi limpahan harta dan kemuliaan, kemudian apabila orang itu memanfaatkan harta dan kemuliaan itu di luar batas-batas yang diridai Allah, maka orang itu mengingkari nikmat Allah. Orang yang berbuat seperti itu, baik sifat ataupun perbuatannya, dapat disamakan dengan perbuatan setan.
 
ذِّ
كَ
خْ
شَّ
طِ
Mubazir, Surat al-Isra' [17]:27
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27)

(Sesungguhnya orang-orang pemboros itu adalah saudara-saudara setan) artinya berjalan pada jalan setan (dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya) sangat ingkar kepada nikmat-nikmat yang dilimpahkan oleh-Nya, maka demikian pula saudara setan yaitu orang yang pemboros.

        Ayat ini diturunkan Allah dalam rangka menjelaskan perbuatan orang-orang Jahiliah. Telah jadi kebiasaan orang-orang Arab menumpuk harta yang mereka peroleh dari harta rampasan perang. Perampokan-perampokan dan penyamunan, kemudian harta itu mereka pergunakan untuk foya-foya, untuk dapat kemasyhuran. Orang-orang musyrik Quraisy pun menggunakan harta untuk menghalangi tersebarnya agama Islam, melemahkan pemeluk-pemeluknya, dan membantu musuh-musuh Islam, maka turunlah ayat itu untuk menyatakan betapa jeleknya usaha mereka.
3
      Ayat ini menegaskan maksud-maksud jahat kaum munafik yang mendirikan bangunan itu, maka Allah swt. melarang Rasul-Nya selama-lamanya untuk salat di tempat itu karena apabila Rasulullah salat di sana bersama orang-orang munafik itu maka hal tersebut akan berarti beliau telah merestui usaha mereka dalam mendirikan bangunan itu.
        Selanjutnya Allah swt. menegaskan kepada Rasul-Nya, bahwa mesjid yang dibangun sejak semula atas dasar ketakwaan kepada Allah swt. adalah lebih baik untuk dijadikan tempat ibadat bersama-sama serta mempersatukan kaum Muslimin semuanya dalam segala hal yang diridai-Nya, yaitu saling mengenal dan bergotong-royong dalam berbuat kebajikan dan ketakwaan. Yang dimaksud dengan mesjid yang didirikan atas dasar ketakwaan sejak hari pertama yang disebutkan dalam ayat ini adalah "mesjid Quba" atau "Mesjid Nabi" yang ada di kota Madinah, sebab kedua mesjid itu adalah dibangun oleh Nabi dan kaum Muslimin atas dasar ketakwaan sejak pertama ia didirikan.
         Selanjutnya dalam ayat ini Allah swt. menerangkan alasan mengapa mesjid tersebut lebih utama dari mesjid lainnya yang sengaja didirikan bukan atas dasar ketakwaan ialah karena di mesjid tersebut terdapat orang-orang yang suka membersihkan dirinya dari segala dosa. Artinya mereka memakmurkan mesjid dengan mendirikan salat serta berzikir dan bertasbih kepada Allah, dan dengan ibadah-ibadah tersebut mereka ingin menyucikan diri dari segala dosa yang melekat pada diri mereka sebagaimana orang-orang yang mangkir dari peperangan kemudian mereka menginsafi kesalahan mereka, lalu berusaha menyucikan diri dari dosa tersebut dengan cara bertobat, bersedekah dan memperbanyak amal saleh lainnya. Melakukan ibadah salat berarti menyucikan diri lahir dan batin karena untuk melakukan salat disyaratkan sucinya badan, pakaian dan tempat, ikut sertanya hati dan pikiran yang dihadapkan kepada Allah semata-mata.
        Pada akhir ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa Dia menyukai orang-orang yang sangat menjaga kebersihan jiwa dan jasmaninya, karena mereka menganggap bahwa kesempurnaan manusia terletak pada kesuciannya lahir batin. Sebaliknya mereka sangat membenci kotoran lahiriah, seperti kotoran pada badan, pakaian dan tempat, maupun kotoran batin yang timbul karena perbuatan maksiat terus-menerus, serta budi pekerti yang buruk, misalnya rasa riya dalam beramal, atau pun kekikiran dalam menyumbangkan harta benda untuk memperoleh keridaan Allah swt. Kecintaan Allah pada orang-orang yang suka menyucikan diri adalah salah satu dari sifat-sifat kesempurnaan-Nya, Dia suka kepada kebaikan, kesempurnaan, kesucian dan kebenaran. Sebaliknya, Dia benci kepada sifat-sifat yang berlawanan dengan itu.

وَاللَّهُ
حِ
طَّ
هِّ
رِ
Kebersihan Badan, surat al-Taubah [9]:108

لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ (

(Janganlah kamu berdiri) melakukan salat (dalam mesjid itu selama-lamanya) kemudian Nabi saw. mengirimkan segolongan para sahabatnya guna merobohkan dan membakarnya. Kemudian mereka menjadikan bekas mesjid itu sebagai tempat pembuangan bangkai. (Sesungguhnya mesjid yang didirikan) dibangun dengan berlandaskan kepada pondasi (takwa, sejak hari pertama) yaitu mesjid yang didirikan oleh Nabi saw. sewaktu pertama kali beliau menginjakkan kakinya di tempat hijrahnya itu, yang dimaksud adalah mesjid Quba. Demikianlah menurut penjelasan yang telah dikemukakan oleh Imam Bukhari (adalah lebih berhak) daripada mesjid dhirar itu (kamu salat) untuk melakukan salat (di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang) kaum Ansar (yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih) artinya, Allah akan memberikan pahala kepada mereka.
        Lafal al-muththahhirîna asalnya ialah al-mutathahhirîna kemudian huruf ta di-idgam-kan kepada huruf tha yang asal, kemudian jadilah al-muththahhiriina. Ibnu Khuzaimah di dalam kitab sahihnya telah meriwayatkan sebuah hadis melalui Uwaimir bin Saidah, bahwasanya pada suatu hari Nabi saw. mendatangi mereka (para sahabat) di mesjid Quba. Kemudian beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah swt. telah memuji kalian dengan baik atas pembersihan diri kalian sehubungan dengan kisah mesjid kalian ini (Quba). Maka cara pembersihan apakah yang sedang kalian lakukan sekarang ini?" Mereka menjawab, "Demi Allah, wahai Rasulullah, kami tidak mengetahui apa-apa melainkan kami mempunyai tetangga-tetangga Yahudi; mereka lalu membasuh dubur mereka setelah buang air besar, maka kami pun melakukan pembasuhan seperti apa yang mereka lakukan." Menurut hadis yang lain, yang telah diriwayatkan oleh Imam Bazzar disebutkan bahwa para sahabat mengatakan, "Akan tetapi kami memakai batu terlebih dahulu, kemudian baru kami memakai air." Maka Nabi saw. menjawab, "Itulah yang benar, maka peganglah cara ini oleh kalian."

4
       Surat dan ayat ini meruapakan surat Makkiyah. Surat ini merupakan surat kedua atau ke 4 yang diterima Nabi saw. Ayat awal surat ini berbicara tentang pembinaan terhadap diri Rasulullah dalam rangka menghadapi tugas-tugas penyebaran agama.
     Kata tsiyâb bentuk jama dari tsaub yang berarti pakaian. Arti kiasan kata ini ada 8 yaitu hati, jiwa, usaha, badan, budi pekerti, keluarga, istri, dan pakaian.
     Kata thahhir berarti membersihkan dari kotoran. Arti kiasan yaitu menyucikan dari dosa atau pelanggaran.
1.      Arti kiasan ayat ini, yaitu perintah menyucikan -arti kiasan yang delapan
2.      Arti hakiki, berarti perintah membersihkan pakaian dari segala macam kotoran dan tidak memakainya kecuali pakaian bersih sehingga nyaman dan baik dipandang
3.      Kata tsiyâb dalam arti kiasan dan kata tathhir dalam arti hakiki dengan arti, bersihkanlah jiwa/hati dari kotoran-kotoran
4.      Kebalikan dari no. 3 yaitu perintah untuk menyucikan pakaian dalam arti memakai yang halal sesuai aturan agama setelah memperolehnya dengan cara yang halal pula.

Ringkasnya ayat ini memerintahkan agar membersihkan diri, pakaian dan lingkungan dari segala najis, kotoran, sampah dan lain-lain. Di samping itu juga berarti perintah memelihara kesucian dan kehormatan pribadi dari segala perangai yang tercela.

Surat al-Mudatsir, [ ]:4
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ (1) قُمْ فَأَنْذِرْ (2) وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ (3) وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ (4) وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ (5)

(Dan pakaianmu bersihkanlah) dari najis, atau pendekkanlah pakaianmu sehingga berbeda dengan kebiasaan orang-orang Arab yang selalu menguntaikan pakaian mereka hingga menyentuh tanah di kala mereka menyombongkan diri, karena dikhawatirkan akan terkena barang yang najis.
        Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw. supaya membersihkan pakaian. Makna membersihkan pakaian menurut sebagian ahli tafsir adalah
a. Membersihkan pakaian dari segala najis dan kotoran, karena bersuci dengan maksud beribadah wajib hukumnya, dan selain beribadah sunah hukumnya. Ketika sahabat Ibnu `Abbas ditanya orang tentang maksud ayat ini, beliau menjawab bahwa, firman Allah tersebut berarti larangan memakai pakaian untuk perbuatan dosa dan penipuan. Jadi menyucikan pakaian adalah membersihkannya dari najis dan kotoran. Dan pengertian yang lebih luas lagi, yakni membersihkan tempat tinggal dan lingkungan hidup dari segala bentuk kotoran, sampah dan lain-lain, sebab dalam pakaian dan tubuh serta lingkungan yang kotor banyak terdapat dosa. Sebaliknya dengan membersihkan badan, tempat tinggal dan lain-lain berarti berusaha menjauhkan diri dari dosa. Demikianlah para ulama Syafi'iyah mewajibkan membersihkan pakaian dari najis bagi orang yang hendak salat. Kebersihan jasmani mengangkat manusia kepada akhlak yang mulia.
 b. Membersihkan pakaian berarti membersihkan rohani dari segala watak dan sifat-sifat tercela. Khusus buat Nabi, ayat ini memerintahkan beliau menyucikan nilai-nilai nubuat (kenabian) yang dipikulnya dari segala yang mengotorinya (dengki, sempit dada, pemarah dan lain-lain). Pengertian kedua ini bersifat kiasan (majazi), dan memang dalam bahasa Arab terkadang-kadang menyindir orang yang tidak menepati janji dengan memakai perkataan, "Dia suka mengotori baju (pakaian)-Nya". Dan kalau orang yang suka menepati janji selalu dipuji dengan ucapan, "Dia suka membersihkan baju (pakaian)-Nya".





(Hai orang-orang yang beriman, janganlah berolok-olokan) dan seterusnya. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan delegasi dari Bani Tamim sewaktu mereka mengejek orang-orang muslim yang miskin, seperti Ammar bin Yasir dan Shuhaib Ar-Rumi.
       Al-Sukhriyah artinya merendahkan dan menghina (suatu kaum) yakni sebagian di antara kalian (kepada kaum yang lain karena boleh jadi mereka yang diolok-olokkan lebih baik dari mereka yang mengolok-olokkan) di sisi Allah (dan jangan pula wanita-wanita) di antara kalian mengolok-olokkan (wanita-wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olokkan lebih baik dari wanita-wanita yang mengolok-olokkan dan janganlah kalian mencela diri kalian sendiri) artinya, janganlah kalian mencela, maka karenanya kalian akan dicela; makna yang dimaksud ialah, janganlah sebagian dari kalian mencela sebagian yang lain (dan janganlah kalian panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk) yaitu janganlah sebagian di antara kalian memanggil sebagian yang lain dengan nama julukan yang tidak disukainya, antara lain seperti, hai orang fasik, atau hai orang kafir.
        (Seburuk-buruk nama) panggilan yang telah disebutkan di atas, yaitu memperolok-olokkan orang lain mencela dan memanggil dengan nama julukan yang buruk (ialah nama yang buruk sesudah iman).
      Lafal al-Fusûq merupakan Badal dari lafal al-Ismu, karena nama panggilan yang dimaksud memberikan pengertian fasik dan juga karena nama panggilan itu biasanya diulang-ulang (dan barang siapa yang tidak bertobat) dari perbuatan tersebut (maka mereka itulah orang-orang yang lalim.)

سْ
خَ
رْ
ق َ
Jangan Mengejek, surat al-Hujurat [ 49]:11




يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (11)

Ibnu Munzir mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Juraij menceritakan, mereka menduga bahwa ayat ini diturunkan mengenai Salman Al Farisi r.a. yaitu ketika ia makan lalu tidur dan sewaktu ia tidur kentut; lalu ada seorang lelaki yang menggunjingkan tentang makan dan tidur Salman itu, maka turunlah ayat ini.

        Yaskhar artinya memperolok-olok yaitu dengan menyebut kekurangan pihak orang lain dengan tujuan menertawakan yang bersangkutan baik dengan ucapan, perbuatan, atau tingkah laku.
1
        Pada ayat ini Allah swt. mengungkap pentingnya tauhid atau makrifatullah (pengenalan diri pada Allah). Tauhid atau makrifat ini, adalah pokok dari segala yang pokok, dan merupakan awal keberagamaan seseorang dan kewajiban pertama dan atau untuk diajarkan lebih dahulu kepada manusia, sebelum pelajaran-pelajaran agama yang lain seperti fikih. Jika pengelan diri pada Allah sampai pada pengenalan sesungguhnya, maka otomatis akal dan pikiran, jiwa dan hati akan terpanggil untuk mendekat kepada-Nya dengan menunaikan salat.
      Pada akhir ayat ini Allah swt menekankan supaya salat didirikan. Menyebut ibadat salat di sini secara khusus, menunjukkan keutamaan ibadat salat itu dibanding dengan ibadat-ibadat wajib yang lain, seperti puasa, zakat, haji dan lain-lain.
      Keutamaan ibadat salat itu, bila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan tata tertib, ia akan mencegah pelakunya dari perbuatan yang keji dan mungkar, surat al-Ankabut: 45;
وأقم الصلاة إن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر
 Artinya:
"Dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu, mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar".
      Sebagian ahli Tafsir berpendapat bahwa akhir ayat ini, ditujukan kepada orang yang tidak menunaikan salat pada waktunya, apakah karena lupa atau lainnya, supaya melaksanakannya pada saat ia sadar dan mengingat perintah Allah yang ditinggalkan itu sebagaimana sabda Rasulullah saw.
من نسي صلاة فليصلها إذا ذكرها فإن الله قال أقم الصلاة لذكري
Artinya:
Barangsiapa lupa menunaikan salat maka hendaklah ia melakukannya apabila ia telah mengingatnya, karena Allah SWT. berfirman, "Dirikanlah salat untuk mengingat Aku (perintah-Ku)!". (H.R Tirmizi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)
Dan sabdanya pula:
 إذا رقد أحدكم أو غفل عنها فليصلها إذا ذكرها قال أقم الصلاة لذكري
Artinya:
Apabila salah seorang kamu tidur sehingga tidak salat atau lupa salat hendaklah ia menunaikannya, apabila ia telah mengingatnya, karena sesungguhnya Allah SWT. berfirman, "Dan dirikanlah salat karena mengingat Aku". (H.R Bukhari dan Muslim dari Anas)

َأ
َقِ
صَّ
ذِ
ك
Surat Thaha [20]:14
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
"Dan dirikanlah salat untuk mengingat-Ku"
           
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي (14


Kata lidzkrî yaitu zikir ucapan, zikir hati dan huruf diartikan "agar supaya". Maksudnya "penuhilah zikir dan ingatanmu kepada-Ku dengan melaksanakan salat".
2
 Dalam ayat ini Allah swt. telah memerintahkan kepada seluruh manusia, memperhatikan beberapa hal yang menjadi pokok keimanan, yaitu;
      Pertama: tidak menyembah tuhan-tuhan yang lain selain Dia.
       Kedua: berbuat baik kepada kedua ibu-bapak. Perintah berbuat baik kepada ibu bapak, sesudah memerintahkan beribadah hanya kepada-Nya.
      Kewajiban pertama dan utama setelah kewajiban mengenal dan mengesakan Allah dan beribadah kepada-Nya adalah berbakti kepada kedua orang tua. Diletakkan dalam urutan kedua sesudah kewajiban manusia beribadah hanya kepada Allan Yang Maha Kuasa, surat al-Nis6a [4]: 36
 وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
Artinya:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak. (Q.S. An Nisa: 36)
         Sebaliknya anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, dinyatakan sebagai orang yang berbuat maksiat, yang dosanya diletakkan pada urutan kedua sesudah dosa orang yang mempersekutukan Allah dengan tuhan-tuhan yang lain, surat al-An'am [6]:151
  قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
Artinya:
Katakanlah: Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak."
        Allah swt. memerintahkan kepada anak agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya dengan alasan sebagai berikut:
1. Kasih sayang kedua ibu bapak yang telah dicurahkan kepada anak-anaknya dan segala macam usaha yang telah diberikan agar anak-anaknya menjadi anak-anak yang saleh, terjauh dari jalan yang sesat. Beratnya penderitaan yang telah mereka rasakan pada saat melahirkan, banyaknya kesulitan dalam mencari nafkah dalam mengasuh serta mendidik putra-putra mereka dengan penuh kasih sayang. Maka sepantasnya lah apabila kasih sayang yang tiada taranya itu, dan usahanya yang tak mengenal payah itu mendapat balasan dari anak-anak mereka dengan berbuat baik kepada mereka dan mensyukuri jasa baik mereka itu.
       2. Anak-anak adalah bagian tulang dari kedua ibu bapak, seperti disebutkan dalam riwaya:
فاطمة بضعة مني
Artinya:
"Fatimah adalah bagian tulang diriku"
 3. Anak-anak sejak masih bayi hingga dewasa, baik makanan ataupun pakaiannya menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya, maka sepantasnyalah apabila tanggung jawab itu mendapat imbalan budi dari anak-anaknya.
        Secara singkat dapat dikatakan, bahwa nikmat yang paling banyak diterima oleh manusia ialah nikmat Allah, sesudah itu nikmat yang diterima dari kedua ibu-bapak.         Kemudian Allah swt menetapkan bahwa bila salah seorang di antara kedua ibu bapak atau kedua-duanya berumur lanjut, dan mengalami kelemahan jasmani, sehingga tak mungkin lagi untuk berusaha mencari nafkah, dan mereka harus hidup bergaul dengan anak-anaknya, agar mendapatkan nafkah dan perlindungannya. Maka menjadi kewajibanlah bagi anak-anaknya menggauli mereka dengan penuh kasih sayang dan menghormati mereka sebagai rasa syukur terhadap nikmat yang pernah diterima dari keduanya.
        Di dalam ayat ini nampak adanya beberapa ketentuan dan sopan santun yang harus diperhatikan anak terhadap kedua ibu bapaknya antara lain:
 1. Tidak boleh anak mengucapkan kata "ah" kepada kedua orang ibu bapaknya, hanya karena sesuatu sikap atau perbuatan mereka yang kurang disenangi.  Hendaklah anak-anaknya berlaku sabar, sebagaimana perlakuan kedua ibu bapaknya ketika mereka merawat dan mendidiknya di waktu masih kecil.
 2. Tidak boleh anak-anak menghardik atau membentak kedua orang ibu bapaknya sebab dengan bentakan itu kedua ibu bapaknya akan terlukai perasaannya. Misalnya mengeluarkan kata-kata kasar pada saat si anak menolak pendapat kedua orang tua atau menyalahkan pendapat mereka. Larangan menghardik dalam ayat ini adalah sebagai penguat dari larangan mengatakan "ah" yang biasanya diucapkan oleh seorang anak terhadap kedua ibu bapaknya pada saat ia tidak menyetujui kedua ibu bapaknya.
3. Hendaklah anak mengucapkan kepada kedua ibu bapak kata-kata yang mulia. Kata-kata yang mulia ialah kata-kata yang diucapkan dengan penuh khidmat dan hormat, yang menggambarkan penghidmatan dan adab yang sopan santun serta penghargaan yang penuh terhadap orang lain.

دَ
حْ
سَ
Berbuat Baik Kepada Kedua Orang Tua, surat al-Isr6a [17]:23



وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (24)

(Dan telah memutuskan) telah memerintahkan (Rabbmu supaya janganlah).
        Lafal allâ berasal dari gabungan antara an dan laa (kalian menyembah selain Dia dan) hendaklah kalian berbuat baik (pada ibu bapak kalian dengan sebaik-baiknya) yaitu dengan berbakti kepada keduanya. (Jika salah seorang di antara keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu)
        Kata ihsân mengandung arti dua hal yaitu :
1.      Memberi nikmat kepada pihak lain
2.      Pebuatan baik
Kata ihsân lebih luas dari sekedar memberi nikmat dan nafkah bahkan lebih tinggi maknanya dari makna adil. Karena adil memperlakukan orang lain sama dengan diri kita sementara ihsan lebih baik dari diri sendiri.
    Menggunakan huruf bi buka li=ilâ karena ilâ mengandung makna jarak sementara bi untuk li ilshaq yakni kelekatan. Maksudnya bakti yang dipersembahkan oleh anak kepada kedua orang tuanya pada hakikatnya baukan untuk ibu bapak tetapi untuk diri anak sendiri. Kata ihsân bila menggunakan idiom bi berarti penghormatan dan pengagungan yang berkaitan dengan peribadi, kalau idiom ilâ/li berarti memberi manfaat materi.

         Lafal ahaduhumaa adalah fa`il (atau kedua-duanya). Menurut suatu qiraat lafal yablughanna dibaca yablughaani dengan demikian maka lafal ahaduhumaa menjadi badal daripada alif lafal yablughaani (maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan ah kepada keduanya) dapat dibaca uffin dan uffan; atau uffi dan uffa; lafal ini adalah mashdar yang artinya adalah celaka dan sial (dan janganlah kamu membentak mereka) jangan kamu menghardik keduanya (dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia) perkataan yang baik dan sopan.

1.
Dalam surah ini Allah swt. mengingatkan kepada Rasul-Nya dan pengikutnya dengan suatu peristiwa yang menunjukkan betapa besarnya kekuasaan Allah yaitu dengan peristiwa penyerbuan tentara gajah yang dipimpin oleh Raja Abrahah dari Habasyah untuk menundukkan penduduk Mekah dan meruntuhkan Kakbah. Tetapi Allah membinasakan mereka sebelum tercapai maksud mereka, melaksanakan rencana mereka yang jahat itu.
         Peristiwa Gajah adalah suatu peristiwa yang paling terkenal di kalangan bangsa Arab, sehingga peristiwa ini mereka jadikan patokan tanggal bagi peristiwa-peristiwa lainnya.
Kesimpulan riwayatnya adalah bahwa seorang panglima perang yang berkuasa di Yaman ingin menguasai Kakbah dan menghancurkannya, dengan maksud melarang orang-orang Arab mengerjakan haji ke Kakbah. Bergeraklah bala tentaranya menuju Kakbah disertai beberapa ekor gajah untuk memperhebat dan menakut-nakutkan. Ketika iring-iringan angkatan perang tersebut tiba di suatu tempat bernama "Mugammas" (suatu tempat yang berdekatan dengan Mekah) mereka beristirahat di sana. Panglima perang mengirim utusannya kepada penduduk Mekah untuk menyampaikan maksudnya, yaitu bukan untuk memerangi penduduk tetapi untuk menghancurkan Kakbah. Penduduk Mekah menjadi ketakutan dan lari ke gunung-gunung di sekeliling Kakbah untuk melihat dari jauh apa yang akan terjadi dan apa yang akan dilakukan oleh Panglima perang tersebut.
       Pada hari kedua tersebarlah wabah cacar yang paling hebat di kalangan tentara gajah itu. `Ikrimah berkata: "Ini adalah kali pertama timbul wabah cacar dan tampak di negara Arab. Wabah tersebut sangat hebatnya menyebabkan daging mereka berjatuhan berkeping-keping, yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Melihat kejadian itu timbullah ketakutan di kalangan bala tentara gajah lalu mereka melarikan diri, sedangkan panglima mereka sambil lari dagingnya berjatuhan dan menemui ajalnya di kota San'a.
       Dalam surah ini pula Allah menjelaskan apa yang terjadi terhadap tentara gajah dalam bentuk pertanyaan, yaitu "Tidakkah engkau mengetahui keadaan yang sangat aneh dan peristiwa yang sangat dahsyat yang membuktikan kekuasaan Allah, ilmu dan hikmah-Nya yang tinggi terhadap tentara gajah yang ingin menghancurkan Kakbah?".
Kejadian itu berbeda dengan kejadian lainnya yang mempunyai sebab dan akibat.

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ (1) أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ (2) وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ (3) تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ (4) فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ (5)

(Apakah kamu tidak memperhatikan) Istifham atau kata tanya di sini mengandung makna takjub; artinya sepatutnya kamu merasa takjub (bagaimana Rabbmu telah bertindak terhadap tentara bergajah) orang yang mempunyai gajah itu bernama Mahmud yang disertai oleh teman-temannya, yaitu raja negeri Yaman yang bernama Abrahah berikut tentaranya. Dia telah membangun sebuah gereja di Shan'a dengan tujuan supaya orang-orang berpaling dari menziarahi Mekah dan tidak menziarahinya lagi. Pada suatu hari ada seseorang lelaki dari Kinanah telah membuat kejadian di gereja tersebut, ia melumuri bagian gereja yang dijadikan kiblat dengan kotoran unta dengan maksud menghinanya. Abrahah bersumpah untuk menghancurkan Kakbah. Lalu ia datang ke Mekah bersama tentaranya, beserta gajah-gajah milik Mahmud tadi. Ketika mereka mulai bergerak hendak menghancurkan Kakbah, Allah mengirimkan kepada mereka apa yang dikisahkan-Nya melalui firman selanjutnya yaitu:

































No comments:

Post a Comment